Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ferdy Sambo Dinilai Jaksa Tak Ancam Nyawa Anak Buah meski Perintahkan Pemusnahan Rekaman CCTV

Kompas.com - 06/02/2023, 10:41 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) menilai, Ferdy Sambo tak melakukan pemaksaan atau pengancaman terhadap anak buahnya, Arif Rachman Arifin.

Jaksa menolak dalil Arif yang mengaku dirinya merusak laptop yang sempat digunakan untuk menyalin rekaman CCTV sekitar TKP penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J karena terancam oleh Sambo.

Ini disampaikan jaksa dalam sidang pembacaan replik atau tanggapa atas pleidoi terdakwa Arif terkait perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (6/2/2023)

“Daya paksa yang didalilkan oleh terdakwa Arif Rachman Arifin tidak terbukti karena saksi Ferdy Sambo tidak melakukan paksaan maupun ancaman secara nyata terhadap nyawa terdakwa Arif Rachman Arifin,” kata jaksa.

Baca juga: Anak Idap Hemofilia Tipe A, AKBP Arif Rachman Minta Dibebaskan

Menurut jaksa, daya paksa terbagi menjadi tiga. Pertama, daya paksa absolut, yakni ketika seseorang sama sekali tidak dapat berbuat lain.

Contohnya, ketika seseorang membunuh orang lain dalam keadaan terhipnotis.

Kedua daya paksa relatif, yaitu kekuasaan yang memaksa orang tidak secara mutlak, ketika orang yang dipaksa masih punya kesempatan untuk memilih perbuatannya. Contoh kasir bank yang ditodong oleh kawanan perampok.

Ketiga, keadaan darurat yang menempatkan seseorang berada dalam dua pilihan untuk melakukan perbuatan pidana berdasarkan keadaan tertentu.

Menurut jaksa, perintah Sambo agar Arif memusnahkan salinan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Brigadir J di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, bukanlah paksaan.

Sambo juga dianggap tak mengancam nyawa anak buahnya karena menyebut Arif harus bertanggung jawab jika rekaman CCTV itu bocor.

Baca juga: Sesal Arif Rachman Arifin Turuti Perintah Sambo: Saya Sangat Tertekan dan Terancam...

Kendati Arif merasa tertekan secara psikis karena perkataan Sambo, kata jaksa, bukan berarti kondisi itu dapat membebaskannya dari hukuman pidana.

“Tidak setiap tindakan yang dapat mendatangkan perasaan takut itu menjadi dasar tidak dapat dihukumnya seseorang yang mendapat paksaan untuk melakukan sesuatu apa pun untuk tidak melakukan sesuatu,” ujar jaksa.

Oleh karenanya, dengan pendapat tersebut, jaksa meminta Majelis Hakim menolak pembelaan Arif Rachman Arifin.

“Menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan,” pinta jaksa ke hakim.

Adapun Arif merupakan satu dari tujuh terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice perkara kematian Brigadir Yosua.

Eks Wakaden B Biro Paminal Propam Polri itu dituntut pidana penjara 1 tahun oleh jaksa penuntut umum (JPU). Arif juga dituntut pidana denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam perkara ini, Arif berperan meminta penyidik Polres Jaksel menjaga berita acara pemeriksaan (BAP) istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, terkait dugaan pelecehan fiktif dengan dalih aib.

Arif juga disebut jaksa telah mematahkan laptop yang sempat digunakan untuk menyimpan salinan rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo.

Dalam nota pembelaannya, Arif mengaku sangat tertekan dan terancam ketika menghadap Ferdy Sambo untuk menanyakan kejanggalan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Brigadir J.

Baca juga: Istri Berharap Kapolri Terima Lagi AKBP Arif Rachman yang Dipecat gara-gara Kasus Sambo

Sebabnya, saat itu Sambo mewanti-wanti Arif agar tak membocorkan isi rekaman video itu. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu juga memerintahkan Arif memusnahkan seluruh salinan rekaman.

"Ketika ditanya siapa saja yang sudah menonton dan kemudian ada perkataan “Kalau bocor, saya berempat yang harus bertanggung jawab”, kondisi psikis saya sudah sangat down dan sangat tertekan serta terancam," kata Arif dalam sidang di PN Jaksel, Jumat (3/2/2023).

Selain Arif, enam orang lainnya juga didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus Brigadir J. Keenamnya yakni Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Irfan Widyanto.

Pada pokoknya, seluruhnya dinilai melakukan perintangan penyidikan kematian Brigadir J dan melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com