JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menyebut praktik memeras memang masih dilakukan oknum di lembaga Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Pernyataan ini Arsul sampaikan saat dimintai tanggapan terkait dugaan polisi peras polisi yang terjadi di lingkungan Polda Metro Jaya.
Seorang anggota Provost yang bertugas di Polsek Jatinegara, Polres Jakarta Timur, Bripka Madih, mengaku diperas penyidik saat melapor penyerobotan lahan ke Polda Metro Jaya.
“Yang namanya praktik meminta uang atau memeras, itu sesungguhnya memang masih ada pada oknum polisi kita, bukan kepada lembaga kepolisian secara keseluruhan,” kara Arsul saat ditemui awak media di kompleks DPR-MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (5/2/2023).
Baca juga: Bripka Madih, Polisi yang Diperas Polisi, Ajukan Pengunduran Diri dari Polri
Arsul mengatakan, dalam kondisi demokrasi yang berkembang, masyarakat Indonesia sudah semakin terbuka.
Hal ini tidak saja membuat anggota Polri dituntut bersikap jujur, tapi juga bertindak hati-hati dan logis, terutama dalam penegakan hukum.
Menurut Arsul, persoalan Bripka Madih tidak bisa hanya dilihat secara parsial, melainkan persoalan besar secara umum.
“Ada kasus-kasus, kita saat ini ramai di media polisi peras polisi. Ini kan harus kita lihat tidak hanya pada kasus ini saja,” ujarnya.
Baca juga: Mengaku Diperas Oknum Penyidik, Bripka Madih Diduga Melanggar Kode Etik
Selain kasus dugaan polisi peras polisi, Arsul juga menyoroti adanya penegakan hukum yang kurang hati-hati.
Polisi cenderung menerapkan jiwa setia kawan mereka dalam menangani perkara yang menyandung sesama anggota maupun purnawirawan Polri.
Dalam kasus itu, terdapat kecenderungan polisi membela rekan mereka sehingga proses hukum yang berjalan tidak masuk akal.
“Ada yang penegak hukum yang masih kurang hati-hati, cenderung menerapkan jiwa korsa yang salah, kalau itu berhadapan dengan polisi atau mantan polisi kemudian ada kecenderungan ‘melalukan pembelaan’,” tutur Arsul.
Hal ini misalnya bisa dilihat dari kasus tabrak lari mahasiswi bernama Selvi Amelia Nuraini di Cianjur, Jawa Barat, serta tabrak lari mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hasya Attalah Syahputra, di Jakarta Selatan.
Kedua kasus itu menyedot perhatian publik karena polisi dinilai tidak profesional dan dicurigai melindungi kolega mereka.
Diberitakan sebelumnya, Bripka Madih, seorang anggota Provost yang berdinas di wilayah Polres Metro Jakarta Timur, mengaku diperas rekan seprofesinya sendiri.