Apalagi PDIP yang ngotot ingin "bayi perempuan", padahal masih prematur untuk persalinanya, sedangkan bayi yang laki-laki justru "lebih sehat" dan anehnya tidak prematur.
Jangan bawa-bawa patriarkis dalam soal ini. Barangkali ini hanya karena soal "bayinya lebih berbobot" karena ukuran beda "kualitas gizi politiknya".
Waktu semakin mendesak, tapi PDIP masih memaksa harus menunggu hingga Juni 2023 untuk proses kelahirannya, karena ada hari bersejarah di sana.
Bayi terpaksa menunggu demi hari penting itu agar kelahirannya bisa dirayakan, dan semua orang tahu siapa bayi itu sebenarnya.
Di sebalik itu kita semua ternyata juga penasaran menunggu kelahiran "bayi capres dan cawapres" tapi disuguhi bermacam pola gesture, dagelan, bahkan aksi pesta dukung mendukung yang ditujukan kepada para bayi-bayi capres-cawapres itu.
Bahkan ada yang menduga akan ada "Balita" yang juga ingin bergabung dengan bayi prematur, dan bayi lainnya, meski ada syarat yang harus dipenuhi.
Maka yang terlihat sekarang wajah politiknya bermacam-macam, ada yang gembira karena punya bayi, ada yang bingung karena menunggu kelahiran, dan ada yang masih cari pasangan siapa tahu bisa punya bayi seperti orang tua lainnya. Bahkan ada yang menyodorkan Balita.
Mengapa setiap orang ingin punya bayi, karena ini hal itu untuk meneruskan trah politik, agar kekuasaan tidak vakum. Bahkan demi itu semua para orang tua bersaing!
Maka lihat saja wajah-wajah mereka sekarang, boleh-boleh saja mereka saling bertegur sapa, menimpali apapun kata orang lain, tapi di balik senyum dan ketawa-ketiwi mereka, ada "hati" lain yang bicara.
Itulah mengapa kita tak pernah tahu, apa suara hati yang sebenarnya. Jadi, sebaiknya kita tunggu saja waktunya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.