Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pascal Wilmar Yehezkiel
Pemerhati Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan FH UGM

Menanti Putusan Eliezer: Progresif untuk Keadilan

Kompas.com - 01/02/2023, 15:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENANGANAN kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat akan masuk pada agenda terakhir, yakni pembacaan putusan hakim.

Sebelumnya, salah satu terdakwa kasus tersebut, Richard Eliezer dinilai oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terbukti melakukan pembunuhan berencana sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 340 KUHP serta dilakukan secara bersama sesuai Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, sehingga dituntut 12 tahun penjara.

Requisitoir JPU ini menuai kritik karena tidak mempertimbangkan beberapa alasan yang dapat meringankan terdakwa Eliezer dengan kedudukannya sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator).

Selain itu, jaksa tidak mempertimbangkan alasan penghapus pidana seperti daya paksa (overmact) sebagaimana fakta persidangan yang membuktikan keadaan Eliezer pada saat itu mengalami tekanan psikis atas perintah atasan.

Hal itu sebagaimana prinsip pertanggungjawaban pidana actus non facit reum, nisi mens sit rea, atau dalan terjemahan bahasa Inggris an act does not make a person guilty, unless the mind is guilty.

Artinya, tidak cukup seseorang dapat dipidana hanya karena telah melanggar hukum, tetapi harus dilihat sikap batin (niat) atau maksud tujuan dari orang tersebut.

Sehingga alasan penghapus pidana dapat menjadi entry point pembelaan terdakwa untuk bebas dari jeratan norma yang dituntut JPU.

Namun, prinsip tersebut hanya akan menjadi imajiner ketika majelis hakim sebagai pihak yang memutus dan mengadili perkara tersebut bersikap legalistik atau tidak mau terlepas dari belenggu undang-undang dan rabun akan esensi penegakan hukum, yakni memberikan keadilan substansial.

Karakteristik penegakan hukum Indonesia

Pengalaman praktik peradilan pidana saat ini, masih cenderung mutlak berpatokan pada undang-undang semata. Sehingga corak legisme atau positivisme menjadi kultur peradilan pidana Indonesia.

Budaya hukum tersebut tidak terlepas dari sejarah perkembangan hukum Indonesia sejak era kolonial yang mengadopsi paradigma hukum Belanda dengan sistem civil law.

Pola penegakan hukum tersebut sebenarnya tidak sejalan dengan karakter negara hukum modern yang menekankan pada keadilan substansial, bukan pada keadilan prosedural (positivistik).

Lebih fundamental daripada itu, esensi hukum adalah keadilan. Ketika penegakan hukum tidak menghadirkan keadilan, maka hal tersebut bukanlah penegakan hukum yang sejati seperti adagium yang dikatakan St. Augustine “un just law is no law at all" atau hukum yang tidak adil bukanlah hukum sama sekali.

Fenomena penegakan hukum yang terjadi saat ini, banyak para aparat penegak hukum terdoktrin atau mereduksi pemahaman bahwa penegakan hukum diartikan sama dengan menegakkan undang-undang semata.

Sehingga kebanyakan aparat penegak hukum terbelenggu pada ketentuan normatif undang-undang.

Padahal pada hakikatnya penegakan hukum tidak akan terlepas dari berbagai unsur nonhukum seperti moral, perilaku, dan sosial.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com