Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Nilai Berubahnya Substansi Putusan MK Pelanggaran, Harus Diusut

Kompas.com - 29/01/2023, 15:07 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai terdapat unsur pelanggaran dalam berubahnya redaksi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 103/PUU-XX/2022 soal uji materil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.

Feri mengatakan, perbedaan redaksi ini pertama-tama harus diperbaiki. Redaksi yang berubah pada dokumen risalah sidang harus direvisi, menyesuaikan dengan redaksi yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra saat memutus perkara tersebut.

"Tentu saja harus ada upaya memperbaiki redaksional dokumen putusan MK, agar sesuai dengan yang dibacakan," ujar Feri kepada Kompas.com, Minggu (29/1/2023).

Namun, perbaikan redaksional itu dinilai tidak serta-merta menghilangkan unsur pelanggarannya.

Baca juga: Perubahan Substansi Putusan MK Diduga Disengaja, Bukan Salah Ketik

Oleh karena itu, menurut Feri, pengusutan atas dugaan pelanggaran ini tetap harus dilakukan dan diproses.

"Tidak berarti perbaikan dokumen itu menghilangkan pelanggaran etik atau pelanggaran lain yang berkaitan dengan upaya perubahan redaksi putusan itu," katanya.

Feri mengatakan, perbaikan redaksi dan pengusutan dugaan pelanggaran dari berubahnya redaksi putusan MK ini harus berjalan beriringan dan dilakukan dengan maksimal.

"Hal-hal yang disampaikan hakim dalam sidang tidak boleh lagi diubah, karena pengubahan tentu saja ada upaya untuk memalsukan atau mencoba mengubah makna yang diinginkan dalma putusan hakim," ujarnya.

Baca juga: MK Diminta Usut Dugaan Perubahan Substansi Putusan Terkait Pergantian Hakim Konstitusi

Sebelumnya, perbedaan putusan dan risalah ini ditemukan advokat Zico Leonard Diagardo Simanjuntak selaku pemohon dalam perkara itu.

Ia mendapati bahwa frasa yang dibacakan hakim MK Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang diterimanya, yakni frasa "dengan demikian..." menjadi "ke depan...".

"Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra ngomongnya, 'dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK'," kata Zico saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/1/2023).

"Tapi, di putusan dan risalah sidang, risalah lho, notulen sidang itu, itu kata-katanya 'ke depan'. 'Ke depan hakim konstitusi hannya boleh diganti sesuai dengan Pasal 23'," ujarnya lagi.

Baca juga: Diduga, Ada Substansi Putusan MK yang Sengaja Diubah Setelah Dibacakan

Secara utuh, menurut Zico, yang dibacakan Saldi Isra selengkapnya adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”.

Sementara itu, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”.

Perbedaan putusan ini dinilai Zico bakal berimplikasi terhadap proses penggantian hakim konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah yang dilakukan sepihak oleh DPR dan menciptakan kerancuan.

Baca juga: Perubahan Substansi Putusan MK Diduga Disengaja, Bukan Salah Ketik

Sebab, jika sesuai yang disampaikan Saldi Isra di sidang, pergantian hakim konstitusi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK. Sehingga, penggantian Aswanto tidak boleh dilakukan.

"Cuma di salinan putusannya malah bilang ke depan, maknanya kan jadi berubah. Kalau ke depan berarti Aswanto diganti enggak apa-apa karena sudah terlanjur," ujar Zico.

Ia mengatakan, perbedaan substansi itu juga bakal berdampak terhadap gugatan yang tengah bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mempersoalkan penggantian Aswanto.

"Kalau pakai putusan, kata-katanya 'dengan demikian hakim tidak boleh diganti dengan cara di luar Pasal 23' auto-menang di PTUN, auto-cancel Pak Guntur menjadi hakim. Tapi, kalau diganti kayak begini jadi rancu," katanya.

Baca juga: MK Diminta Usut Dugaan Perubahan Substansi Putusan Terkait Pergantian Hakim Konstitusi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com