Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Ridwan Kamil, Golkar, dan Strategi Besar Jokowi

Kompas.com - 22/01/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BERGABUNGNYA Ridwan Kamil atau Kang Emil ke Partai Golkar cenderung dimaknai oleh para pengamat politik nasional sebagai bagian dari skenario politik Airlangga Hartarto dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

Kehadiran Ridwan Kamil secara resmi sebagai kader di dalam Partai Golkar dianggap sebagai penambah daya gedor untuk mendapatkan status calon presiden atau sebagai pengganti Airlangga Hartarto sebagai calon presiden potensial dari Golkar dan KIB.

Masalah dengan pemaknaan politik seperti itu adalah bahwa pertama, Airlangga Hartarto bukanlah kandidat potensial yang mengantongi elektabilitas tinggi di dalam survei-survei politik yang ada. Bahkan angka raihan elektabilitas Ridwan Kamil jauh lebih baik dibanding Airlangga Hartarto.

Artinya adalah mengasumsikan Ridwan Kamil sebagai calon wakil presiden untuk Airlangga Hartarto sangatlah tidak masuk akal secara elektoral karena angka elektabilitas Airlangga nyaris kurang bertenaga untuk mengangkat dirinya sebagai calon presiden di mata partai-partai politik lainnya.

Jadi mengasumsikan pendaftaran Ridwan Kamil sebagai kader Golkar adalah bagian dari skenario Airlangga untuk mendapatkan pasangan calon wakil presiden sangat tidak rasional secara politik praktis.

Bahkan, menurut saya, secara proyektif asumsi tersebut sebenarnya sudah gagal sebelum berkembang di satu sisi.

Dan lebih dari itu, saya yakin Ridwan Kamil pun berpikiran demikian. Mendaftar sebagai kader Golkar untuk mempersiapkan diri sebagai calon pendamping Airlangga Hartarto tahun 2024 bukanlah sebuah daya tarik politik yang akan membuat Ridwan Kamil memutuskan untuk menjadi kader partai berlambang pohon beringin tersebut.

Karena "prize" yang akan ia kejar tidak sesuai dengan potensi politik yang ada pada Airlangga Hartarto. Tentu Ridwan Kamil bisa berhitung dengan mudah soal itu.

Kedua, mengasumsikan Ridwan Kamil sebagai calon presiden yang akan menggantikan Airlangga Hartarto juga kurang masuk akal secara elektoral.

Seperti yang pernah saya tulis beberapa waktu lalu tentang potensi Ridwan Kamil, kualifikasi terbaik untuk Ridwan Kamil ikut berpartisipasi di dalam pemilihan presiden 2024 adalah sebagai calon wakil presiden, baik secara politik elektoral maupun secara geografis kultural.

Jika Ridwan Kamil menjadi calon presiden dari KIB, pertanyaannya kira-kira siapa calon wakil presidennya?

Airlangga Hartarto atau Sandiaga Uno, yang anggap saja berhasil berdamai dengan Gerindra dan pindah ke Partai Persatuan Pembangunan? Menurut saya, rasanya kurang tepat dan juga kurang bertenaga secara politik.

Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno berkualifikasi potensial sebagai calon wakil presiden. Jika dipaksakan menjadi calon presiden dan wakil presiden, saya meyakini energi politiknya tidak akan besar.

Lantas, bagaimana memaknai event bergabungnya Ridwan Kamil ke Golkar tersebut? Dalam hemat saya, event perdaftaran tersebut bukanlah event independen, tapi adalah bagian dari dialog politik besar antara Jokowi dengan Partai Nasdem dan Surya Paloh di satu sisi dan juga dialog politik antara Jokowi-Ganjar Pranowo-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di sisi lain.

Asumsi besar pertamanya adalah bahwa KIB salah satu infrastruktur politik Jokowi yang dipercayakan secara teknis kepada Airlangga Hartarto dan KIB.

Jadi dengan memboyong Ridwan Kamil ke kubu Partai Golkar dan KIB adalah bagian dari aksi Jokowi untuk ‘membalas’ Nasdem dan Surya Paloh.

Pada saat Ridwan Kamil menjadi Wali Kota Bandung, infrastruktur politik utamanya adalah Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Lantas di tengah jalan, Ridwan Kamil diambil oleh Nasdem dan kemudian maju sebagai calon gubernur Jawa Barat bersama Nasdem dan PPP (partai Wakil Gubernur Jabar saat ini).

Kemudian, saat Anies Baswedan lepas dari pemerintahan Jokowi, Gerindra dan PKS mengambil Anies dan membawanya menjadi pemenang Pilkada DKI 2017.

Namun menjelang berakhirnya masa jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur di DKI Jakarta, Nasdem melakukan hal yang sama, yakni mencaplok Anies Baswedan dari Gerindra dan PKS.

Nah, saat Nasdem di atas angin karena berhasil mengambil figur yang dibesarkan Gerindra dan PKS, salah satunya Ridwan Kamil, mendadak Ridwan Kamil berpindah haluan ke Golkar, yang saya asumsikan di atas sebagai infrastruktur politik Jokowi.

Bahkan Ridwan Kamil masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat dengan dukungan koalisi Nasdem dan PPP di DPRD Jabar.

Jadi langkah Airlangga Hartarto membawa Ridwan Kamil ke Golkar adalah bagian dari dialog Jokowi dengan Nasdem dan Surya Paloh.

Kali ini Jokowi ‘memukul’ Nasdem dengan mengambil Ridwan Kamil sebagai balasan atas keputusan Nasdem dan Surya Paloh menjadikan Anies Baswedan sebagai calon presiden Partai Nasdem.

Artinya, Jokowi, Airlangga Hartarto dan KIB menutup peluang Nasdem dan Surya Paloh untuk menggiring Ridwan Kamil berpasangan dengan Anies Baswedan.

Karena, bagaimanapun, jika Anies Baswedan dan Ridwan Kamil dipasangkan, maka keduanya menjadi pasangan potensial untuk mengalahkan siapapun calon yang didukung Jokowi nanti.

Kedua, pendaftaran Ridwan Kamil ke Golkar adalah langkah politik Jokowi untuk menyiapkan figur yang akan menjadi pasangan Ganjar Pranowo di pemilihan presiden tahun 2024 nanti, jika Ganjar Pranowo gagal menjadi capres dari PDIP.

Sebagaimana saya sebutkan di atas, KIB adalah infrastruktur politik Jokowi untuk berjaga-jaga jika calon yang didukung Jokowi, Ganjar Pranowo, tidak mendapat mandat dari PDIP untuk maju di ajang pesta demokrasi 2024.

Jika nantinya Ganjar Pranowo memang tidak didukung oleh Megawati Soekarnoputri, lalu berani bersikap berseberangan dengan PDIP dengan memutuskan maju bersama koalisi partai lain, maka KIB adalah pilihan utamanya, di mana Ridwan Kamil adalah pasangan potensial Ganjar Pranowo untuk mengalahkan Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Puan Maharani.

Sebagaimana pernah saya tulis beberapa waktu lalu, Ridwan Kamil adalah pasangan wakil presiden paling ideal untuk Ganjar Pranowo.

Keduanya sama-sama menjabat sebagai gubernur dan sama-sama memiliki basis pemilih yang besar. Lihat saja modalitas politik Ridwan Kamil di media sosial misalnya, dengan follower instagram yang jauh lebih besar dibanding calon wakil presiden lainnya.

Selain itu, keduanya adalah figur populer yang banyak menarik perhatian generasi muda, mulai dari generasi milenial, Y, dan Z. Apalagi, pemilh pada pemilihan tahun 2024 akan didominasi oleh pemilih muda dari ketiga kategori generasi tersebut.

Berdasarkan penelitian CSIS (Centre for Strategic and International Studies) belum lama ini, porsi pemilih muda (umur 17-39 tahun) pada pemilu 2024 berkisar sekitar 60 persen.

Ditambah lagi dengan fakta lain bahwa keduanya berasal dari dua provinsi yang memiliki suara pemilih sangat banyak.

Perpaduan dua lumbung suara besar plus potensi pemilih yang juga tidak kalah besar di luar kedua provinsi tersebut adalah modalitas politik yang tidak dimiliki kandidat lain.

Jadi tidak bisa tidak, pasangan Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil akan menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berpotensi besar meraih suara sangat banyak di pemilihan 2024.

Pun jika Ganjar Pranowo ternyata tidak dicalonkan oleh Megawati Soekarnoputri, tapi Ganjar Pranowo sendiri enggan berkhianat kepada partai yang membesarkannya, yaitu PDIP, maka Ridwan Kamil dan KIB akan disodorkan oleh Jokowi kepada kubu Gerindra sebagai calon wakil presiden untuk Prabowo Subianto, yang konon juga menjadi salah satu calon yang akan dipercaya oleh Jokowi untuk menjadi penggantinya, jika rencana memajukan Ganjar Pranowo tidak berjalan sesuai rencana.

Memasangkan Prabowo Subianto dan Ridwan Kamil juga sangat potensial untuk mengalahkan Anies Baswedan dan siapapun wakilnya nanti di satu sisi dan Puan Maharani dengan siapapun pasangannya nanti di sisi lain.

Prabowo Subianto sudah jelas-jelas menjadi satu dari tiga calon presiden teratas versi lembaga survei, sementara Ridwan Kamil adalah salah satu calon wakil presiden potensial yang juga berasal dari daerah dengan potensi pemilih sangat besar.

Jadi secara politik elektoral dan secara politik praktis (kepentingan Jokowi), pasangan Prabowo Subianto dan Ridwan Kamil adalah pasangan kedua terbaik setelah Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil yang akan mewakili suara Jokowi di pemilihan 2024.

Pendeknya, pendaftaran Ridwan Kamil menjadi kader Golkar bukanlah event independen, tapi event politik yang menjadi bagian dari "puzzle" politik yang sedang dimainkan oleh Jokowi dan Airlangga Hartarto (KIB) dalam berdialog secara simbolik dengan dua kubu besar, yakni Surya Paloh dan Megawati Soekarnoputri.

Dan menurut saya, langkah kali ini sangat "ciamik" dan jenius dan termasuk manuver kualifikasi seorang King Maker.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com