JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, kembali terjerat perkara korupsi menyangkut pembelian tanah.
Setelah kasus korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur, terkait proyek rumah DP Rp 0, kini dia kembali dibelit perkara yang tidak jauh berbeda.
Dalam kasus korupsi pembelian lahan proyek rumah DP Rp 0, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Yoory pada 24 Februari 2022.
Hakim juga menjatuhkan denda senilai Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Yoory.
Baca juga: KPK: Perkara Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Berkekuatan Hukum Tetap
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan tindakan korupsi Yoory telah merugikan keuangan negara senilai Rp 152,5 miliar.
Dalam persidangan saat itu, Yoory sempat menyampaikan permohonan maaf kepada Gubernur DKI Jakarta ketika itu, Anies Baswedan.
"Kepada Gubernur DKI Jakarta, Bapak Anies Rasyid Baswedan PhD, yang telah memberikan kepercayaan yang begitu besar kepada saya untuk menjalankan program yang sangat mulia yaitu penyediaan hunian murah dan terjangkau bagi masyarakat Jakarta, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya ya, Pak, jika saya tidak mampu mengemban amanah yang Bapak Gubernur berikan," papar Yoory.
Baca juga: Sarana Jaya Tak Ajukan PMD untuk Bangun Rumah DP Rp 0 dalam RAPBD 2023
Setelah melakukan penyelidikan, Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan Yoory sebagai tersangka dalam kasus dugaan pembelian tanah di Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur, tahun anggaran 2018-2019.
Kasus tersebut berawal dari Laporan Polisi Nomor: LP/A/0196/III/2021/Bareskrim, tanggal 23 Maret 2021.
"Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri telah menetapkan saudara Yoory Corneles Pinontoan selaku Eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebagai tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo dalam keterangannya, Jumat (13/1/2023).
Dalam kasus itu, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai mencapai Rp155,49 miliar.
Baca juga: KPK Jebloskan Yoory Corneles Pinontoan ke Lapas Sukamiskin
Perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus itu berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Cahyono menjelaskan, pembelian tanah yang berlokasi di Ujung Menteng tidak didasarkan pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Perumda Sarana Jaya tahun 2018 sebagaimana Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 720 Tahun 2018 tentang Pengesahan RKAP Tahun Buku 2018 PD Sarana Jaya.
Pembelian tanah itu, lanjutnya, menggunakan dana Penyertaan Modal Daerah (PMD) dari APBD-P 2018 yang tidak sesuai dengan rencana penggunaan PMD tahun 2018.
Menurutnya, pada saat melakukan perjanjian jual-beli (PPJB) pembelian dan pembayaran tanah Ujung Menteng tanggal 21 Desember 2018 antara Perumda Sarana Jaya dan PT Laguna Alamabadi tidak sesuai dengan Prosedur Mutu (SOP) Pengadaan Tanah Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Adapun SOP yang tak dipenuhi yaitu, tidak melakukan peninjauan fisik lapangan secara mendalam, tidak melakukan pengecekan keabsahan terhadap dokumen kepemilikan, tidak melakukan kajian kelayakan, dan tidak menggunakan jasa appraisal sebelum melakukan negosiasi harga.
Hasil penyidikan mengungkap pembelian dan pembayaran tanah Ujung Menteng pada 21 Desember 2018 dilakukan atas perintah dan persetujuan Direktur Utama Perumda Sarana Jaya saat itu yakni Yoory.
“Dan dokumen kelengkapan administrasi pengadaan tanah baru dibuat dan ditandatangani back date,” imbuh Cahyono.
Selain itu Perumda Pembangunan Sarana Jaya dan PT Laguna Alamabadi juga mengetahui bahwa tanah Ujung Menteng terdapat SHGB atas nama dan dalam penguasaan pihak lain.
Baca juga: Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Divonis 6,5 Tahun Penjara
Lebih lanjut, terkait permasalahan tersebut telah dilakukan pembatalan PPJB tanah Ujung Menteng.
PT. Laguna Alamabadi juga memberikan jaminan berupa sertifikat tanah yang terletak di Tangerang Selatan. Namun Perumda Sarana Jaya tidak dapat memiliki atau melakukan tindakan pengalihan hak karena PT Laguna Alamabadi tidak segera mengurus Hak Tanggungan.
“Pembayaran tanah Ujung Menteng yang dilakukan Perumda Sarana Jaya Kepada PT. Laguna Alamabadi sebesar Rp.155.495.600.000,- telah digunakan oleh Saudara Komarudin atau Dirut PT Laguna Alamabadi untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan lain miliknya,” ujar Cahyono.
Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri kemudian menjerat Yoory dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang–Undang Hukum Pidana.
Baca juga: Pemprov DKI Ajak Swasta Bangun Rumah DP 0 Persen
Cahyono menambahkan, penyidik telah melakukan upaya pemulihan aset melalui proses pemblokiran dan penyitaan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) tersangka.
“Pemblokiran dan penyitaan SHGB beserta tanah jaminan seluas 8.717 m persegi, yang terletak Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, yang berdasarkan appraisal pada tahun 2021 senilai 68,9 miliar rupiah,” ujar Cahyono.
(Penulis : Rahel Narda Chaterine | Editor : Bagus Santosa)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.