Ia dinyatakan bersalah karena dengan sengaja mengangkut hasil hutan tanpa dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana diatur dan diancam oleh Pasal 78 Ayat 7 Jo Pasal 50 Ayat 3 huruf h UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Nahruddin ditetapkan sebagai tersangka pencurian kayu milik Perhutani pada 6 Agustus 2013. Kayu yang diambil Nahruddin itu ia bawa pulang dengan niatan untuk memperbaiki pintu rumahnya yang rusak.
Sebelum dibawa ke rumahnya, Nahruddin telah meminta izin kepada mandor hutan untuk membawa kayu tersebut dan diperbolehkan.
Namun, dalam perjalanan pulang, Nahruddin bertemu dengan polisi hutan (Polhut) yang sedang patroli dan dituduh melakukan pencurian kayu.
Baca juga: Bedanya Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana
Pada 23 April 2014, majelis hakim PN Semarang membebaskan dua terdakwa pelaku penjambretan di Jalan Dr Wahidin, Kota Semarang, Boma Indarto dan Kuat Suko Setyono karena tidak cukup bukti.
Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang berujung pada meninggalnya seseorang.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai, saksi dan bukti yang dihadirkan JPU tidak mengarah pada keterlibatan pelaku.
Barang bukti yang ada berupa sepeda motor Mio, tas, jaket, dan helm juga tidak bisa digunakan untuk membuktikan kesalahan para terdakwa.
Selain itu, keterangan saksi yang hadir di persidangan dinilai tidak ada yang bisa menunjukkan bahwa terdakwa telah melakukan penjambretan.
Tak hanya itu, hakim pun mengambil keterangan dari keluarga terdakwa bahwa saat kejadian pada Minggu, 7 Oktober 2013 pukul 03.30 WIB, terdakwa sedang berada di rumah dan dalam kondisi tidur bersama anak-anaknya.
Sebelumnya, Boma dan Kuat dituntut 18 tahun penjara. Keduanya didakwa bersalah telah melakukan penjambretan hingga mengakibatkan korban, Rita Margianti (34) meninggal.
Baca juga: Apa Itu Pemeriksaan Setempat dalam Perkara Pidana?
Hakim PN Pekanbaru menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa kasus pencabulan mahasiswi, Syafri Harto, pada 30 Maret 2022.
Syafri Harto merupakan dosen sekaligus dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau nonaktif.
Majelis hakim menyatakan, Syafri tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pencabulan terhadap mahasiswinya.
Sebelumnya, JPU menuntut Syafri Harto tiga tahun penjara atas kasus dugaan pencabulan terhadap seorang mahasiswa sebagaimana diancam dalam Pasal 289 KUHP.
Kasus pencabulan Syafri terungkap setelah korban memberanikan diri bercerita melalui media sosial. Polda Riau lalu menetapkan Syafri sebagai tersangka pada 16 Desember 2021.
Atas vonis bebas ini, penuntut umum mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Namun, kasasi tersebut tidak membuahkan hasil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.