Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Wacana "Reshuffle", Jokowi Diharap Tak Hanya Hitung Faktor Politik, tapi Juga Kualitas Menteri

Kompas.com - 05/01/2023, 16:20 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diharapkan tidak hanya menimbang faktor politik ketika merombak menterinya di Kabinet Indonesia Maju.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, seyogianya, reshuffle juga menghitung baik buruk kinerja menteri.

"Bukan hanya sekedar me-reshuffle menteri dari parpol yang misalnya bersikap beda, tapi menteri-menteri yang memang buruk juga saatnya di-reshuffle. Jangan sampai ada menteri parpol lain yang hanya karena parpolnya loyal tapi kerjanya buruk dipertahankan," kata Yunarto kepada Kompas.com, Kamis (5/1/2023).

Baca juga: Ngabalin: Kalau Ada Menteri Kena Reshuffle Jangan Marah, Jangan Dongkol

Kendati demikian, Yunarto bilang, merombak kabinet karena alasan politik semata sebenarnya sah-sah saja. Sebab, reshuffle merupakan hak prerogatif presiden.

Seandainya pun Jokowi hendak mencopot menteri Partai Nasdem karena manuver partai besutan Surya Paloh tersebut buat kepentingan Pemilu 2024, kata Yunarto, itu tak menjadi soal.

Hanya saja, alangkah baiknya jika reshuffle juga menjadi momentum presiden untuk memperbaiki kabinet.

"Sehingga kemudian publik juga mendapatkan hal yang positif dari reshuffle tersebut. Selain karena alasan politis tadi, tapi juga menteri yang diganti memang buruk, akan diganti yang lebih baik," ujar dia.

Baca juga: Terus Dorong Reshuffle, PDI-P Dinilai Terang-terangan Tak Suka dengan Manuver Nasdem Capreskan Anies

Bersamaan dengan itu, kata Yunarto, parpol yang mengkritisi kinerja menteri Jokowi hendaknya tak hanya lantang bicara soal perbedaan politik saja, tetapi juga disertai dengan data dan bukti.

Misalnya, dalam hal Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengkritisi kinerja Menteri Pertanian (Mentan) serta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), seharusnya, anggota Fraksi PDI-P di Komisi IV menyajikan data konkrit soal kinerja menteri tersebut.

"Sehingga kemudian tidak ada tuduhan dari sebagian pihak bahwa ini didasarkan hanya pada perbedaan politik atau keinginan dari partai tersebut untuk mendapatkan jatah lebih di kabinet," kata Yunarto.

Di sisi lain, Yunarto berpendapat, ada baiknya Nasdem juga mempertimbangkan ulang posisinya di kabinet kini.

Ini bukan perkara Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024, tetapi lebih karena partai restorasi itu berencana berkoalisi dengan dua partai oposisi, Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Menurut Yunarto, sulit bagi Nasdem untuk tetap berada di barisan partai pendukung pemerintahan Jokowi, sementara mereka juga aktif membangun rencana kerja sama dengan partai oposisi.

Logikanya, jika Nasdem berniat membentuk koalisi dengan partai oposisi, Surya Paloh dan jajarannya sudah punya pandangan berbeda soal pemerintahan kini. Apalagi, Nasdem, Demokrat, dan PKS menyematkan nama Koalisi Perubahan buat kongsi mereka.

"Ini bukan tentang Anies, ini tentang berkoalisi dengan oposisi," kata Yunarto.

Baca juga: Saat Jokowi Tiga Kali Tak Membantah Kabar Reshuffle pada 2023...

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com