KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Ahmad Ali memberikan respons negatif terkait kemungkinan penerapan kembali sistem proporsional tertutup dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Respons negatif tersebut muncul setelah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyatakan tentang kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024.
Menurut Ali, pernyataan Hasyim Asy'ari tersebut sudah melampaui kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu sesuai aturan dalam undang-undang (UU).
Ia mengatakan, Hasyim sebagai ketua KPU tidak diperkenankan menjadikan general rehearsal (GR atau dikenal dengan JR) sebagai alasan untuk tidak tunduk pada UU yang ada saat ini.
"Ketua KPU offside dan terjadi disorientasi dalam dirinya," ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (2/1/2022).
Baca juga: Sejarah Perubahan UUD 1945
Ali menjelaskan, Konstitusi UUD 1945 mengeaskan bahwa penyelenggaraan pemilu harus dilakukan oleh KPU. Sementara itu, UU berperan mengatur ketentuan pemilu sesuai perintah konstitusi.
Artinya, kata dia, UU berhak menetapkan hal substansial pelaksanaan pemilu, seperti jumlah kursi, ambang batas parlemen, dan pilihan sistem pemilu.
"Hal ini bukan ditetapkan oleh peraturan KPU. Tugas KPU mengatur teknis penyelenggaraan pemilu," imbuh Ali.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pilihan pada sistem proporsional terbuka atau tertutup adalah open legal policy atau kebijakan hukum terbuka.
Baca juga: Wapres Maruf Bicara Kemanfaatan dan Rukhsah dalam Kebijakan Hukum yang Dibuat Pemerintah
Kebijakan hukum terbuka merupakan kewenangan pembentuk UU, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama presiden atau pemerintah.
"Bukan wewenang KPU," kata Ali.
Anggota Komisi III DPR itu juga mengungkapkan, Mahkamah Konstitusi (MK) hanya memiliki wewenang menyatakan konstitusi atau uji materiil sistem pemilu.
Dari pernyataan tersebut, pembentuk UU menjadi pihak yang wajib merespons putusan MK.
"Bukan KPU! KPU tidak punya hak (apalagi otomatis) menjalankan putusan MK, atau dipakai menyusun Peraturan KPU (PKPU) untuk menentukan sistem pemilu. Sistem pemilu yang digunakan, sekali lagi, menjadi kewenangan pembentuk UU," kata Ali.
Baca juga: Apakah Anggota DPR Termasuk Pejabat Negara?
Menurutnya, pejabat negara tidak semestinya mencurigai putusan MK.
Politisi kelahiran Sulawesi Tengah (Sulteng) tersebut meminta KPU untuk menaati asas dalam bernegara serta memahami dengan baik kehidupan demokrasi dan negara hukum.
"KPU jangan justru menciptakan problem dan kegaduhan baru dalam kehidupan nasional. Bahkan sampai membuat kemunduran demokrasi kita dengan menafikkan partisipasi politik rakyat dalam pemilu yang sedang tumbuh dan bergairah," imbuh Ali.
Untuk diketahui, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengungkapkan bahwa ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup.
Hal tersebut disampaikan Hasyim saat memberikan sambutan dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU Republik Indonesia (RI), di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2022).
Dalam pernyataannya, Hasyim juga mengimbau para calon legislatif (caleg) agar tidak melakukan kampanye dini. Sebab, ada kemungkinan MK memberi putusan bahwa penyelenggaraan pemlu akan kembali ke sistem proporsional tertutup.
“Maka dengan begitu menjadi tidak relevan, misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi tidak relevan. Karena apa? Namanya tidak muncul lagi di surat suara. Tidak coblos lagi nama-nama calon. Justru yang dicoblos hanya tanda gambar partai politik (parpol) sebagai peserta pemilu," jelas Hasyim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.