Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden PKS Sebut Indonesia Cacat Demokrasi, Singgung Aksi "Walk Out" Saat Pengesahan RKUHP

Kompas.com - 30/12/2022, 21:11 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menyebut Indonesia sebagai negara yang cacat demokrasi karena masih memiliki banyak permasalahan mengenai kebebasan hingga represif.

Syaikhu mengatakan, di level dunia, Indonesia masih dikelompokkan sebagai negara yang cacat demokrasi. 

"The Economist Intelligence Unit dalam laporan terakhir terkait indeks demokrasi negara-negara di dunia, pada tahun 2021, masih mengelompokkan Indonesia sebagai negara yang cacat demokrasi, berada di peringkat 52 dengan skor 6,71," ujar Syaikhu seperti dilihat di akun YouTube PKS, Jumat (30/12/2022).

Baca juga: Ungkap Isi Pembicaraan Surya Paloh dengan AHY dan Syaikhu, Nasdem: Bukan Hal Serius

Syaikhu mengatakan, sedianya demokrasi menjadi pilihan sejarah bangsa Indonesia.

Sejak reformasi tahun 1998, Indonesia yang merupakan negara demokrasi harus dijaga bersama-sama.

"Namun demikian, akhir-akhir ini kehidupan demokrasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tampak mundur ke belakang," kata dia.

Kemudian, Syaikhu mengatakan, Indonesia masih memiliki berbagai masalah fundamental seperti tindakan represif atas kebebasan berekspresi, tekanan terhadap kebebasan pers, partisipasi politik masyarakat yang lemah, serta kinerja pemerintahan yang belum optimal.

Pada tahun 2022, kata Syaikhu, bukannya Indonesia melakukan perbaikan signifikan, justru tanda-tanda demokrasi keluar dari rel makin menguat.

"Kita menyaksikan baru saja DPR dan pemerintah mengesahkan RKUHP, yang masih memuat pasal-pasal berbahaya dan mengancam kebebasan sipil. Meski kritik dan penolakan dari masyarakat sangat masif, pasal penghinaan presiden, pemerintah, maupun kekuasan umum dan lembaga negara, rawan menjadi pasal karet yang dapat mengkriminalisasi warga negara," kata Syaikhu.

"Ini sangat berpotensi melahirkan abuse of power serta membuka celah lahirnya negara yang represif dan otoriter," kata dia.

Baca juga: Alasan Pemerintah Terbitkan Perppu Cipta Kerja: Dari Resesi hingga Investasi

Lebih jauh, Syaikhu menyinggung aksi Fraksi PKS di DPR saat rapat paripurna pengesahan RKUHP.

Saat itu, anggota DPR Fraksi PKS DPR Iskan Qolba Lubis walk out.

Sebelum walk out, Iskan sempat berdebat panas dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

Namun, Dasco tidak mengindahkan interupsi Iskan. Dia justru mempersilakan Iskan untuk walkout.

"Saat rapat paripurna pengesahan meminta agar pasal-pasal bermasalah tersebut dicabut. Suara dan aspirasi publik terhadap sejumlah RUU tampak dipandang sebelah mata. Bahkan cenderung diangap sebagai angin lalu," kata Syaikhu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com