JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan sederet kendala yang dikatakannya sebagai ketidakmungkinan dalam penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.
Perihal ketidakmungkinan tersebut diketahui dari pernyataan Mahfud mengenai hasil pembahasan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) yang telah selesai dan diberikan ke tim pengarah untuk diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Salah satu kendala dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu soal tidak adanya data yang komprehensif terkait korban.
"Masalah yang dihadapi kenapa banyak ketidakmungkinan itu? Satu, karena tidak ada ketersediaan data yang komprehensif mengenai korban," kata Mahfud MD di kantornya, Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Baca juga: Tugas Tim PPHAM Selesai, Presiden Jokowi Diminta Akui soal Pelanggaran HAM Masa Lalu
Mahfud mengatakan, Komnas HAM memang sudah memberikan data korban pelanggaran HAM berat.
Namun, data itu dinilai kurang lengkap. Oleh karenanya, agak sulit untuk menelusurinya.
"Korbannya di mana. Ada yang bilang korbannya kok cuma sekian, menurut laporan komnas HAM padahal masih banyak, dan ini dicari lagi oleh tim ini," ujar Mahfud.
Kemudian, Mahfud mengatakan, data yang ada seringkali sudah terdistorsi atau sudah ditafsirkan berbagai opini. Sehingga, soal keakuratan data perlu digali lagi kebenarannya.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Kasus Kerusuhan Kanjuruhan Bukan Pelanggaran HAM Berat
Selanjutnya, ia juga menyoroti soal ketertutupan lembaga yang mempunyai data pembanding.
"Ada lembaga-lembaga yang punya data tapi ketika diminta itu ditutup. Itu di masa lalu karena dulu belum ada undang-undang keterbukaan informasi, sehingga banyak data dokumen yang tidak boleh dibuka sampai waktu tertentu," kata Mahfud.
Mahfud lantas menyinggung soal kurangnya kepercayaan korban karena mungkin selama ini pemerintah terlalu banyak bicara sehingga korban tidak percaya lagi.
Ia menambahkan, ada juga sensitivitas di kalangan korban karena ketiadaan pendampingan negara yang memadai.
"Minta maaf selalu dijadikan contoh misalnya, tidak semua pelanggaran HAM berat itu mau diungkap," ujar Mahfud.
Baca juga: Mahfud Sebut Tugas Tim PPHAM Hanya Menyantuni Korban Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Mahfud lantas mencontohkan korban dari petrus atau penembak misterius di era kepemimpinan Presiden Soeharto.
Menurut Mahfud, ada kemungkinan keturunan dari para korban petrus terdampak secara psikologis sehingga malu jika kasusnya terungkap.