Sekali lagi, publik pun percaya dan merasa itu masuk akal. Pertanyaan, apakah seorang penegak hukum bisa dianggap baik, bersih dan jujur hanya karena dia tidak terlibat suap, gratifikasi dan tidak korupsi, tetapi ia membiarkan pelanggaran hukum di lingkungan, di tempat kerjanya sendiri?
Padahal seorang penegak hukum mesti melakukan penegakkan hukum untuk tidak hanya untuk masyarakat, melainkan tempat kerja dan dirinya sendiri.
Penegak hukum yang membiarkan pelanggaran terjadi tidak pantas disebut penegak hukum yang baik, jujur, dan bersih, melainkan penegak hukum yang buruk dan busuk.
Analoginya seperti ini. Terjadi perampokan di suatu tempat, dan ada polisi di sana yang mengetahui atau melihat tetapi membiarkan perampok leluasa melakukan kejahatannya.
Polisi hanya pura-pura tidak tahu atau pura-pura tidak melihat, atau mungkin mempersilakan perampok untuk lari dengan selamat membawa hasil rapokan.
Pertanyaannya, apakah polisi tersebut adalah polisi baik, bersih, dan jujur hanya karena ia tidak ikut merampok?
Jawabnya jelas. Polisi tersebut adalah polisi yang buruk sebab ia tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan amanat undang-undang.
Penegak hukum yang membiarkan terjadinya suap, korup, dan gratifikasi di lingkungan tempat kerja atau dilakukan oleh orang terdekatnya, ibarat polisi yang membiarkan terjadinya perampokan itu.
Para penegak hukum yang membiarkan pelanggaran hukum terjadi adalah penegak hukum yang buruk. Mereka disebut penegak hukum yang buruk karena tidak melaksanakan tugasnya sesuai amanat undang-undang.
Lantas di mana ada penegak hukum baik, jujur, dan bersih itu, sementara di semua lembaga penegak hukum, dari bawah hingga pimpinan, selalu ada yang terlibat dalam kasus suap, gratifikasi, dan korupsi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.