Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Suap Bupati Bangkalan, KPK Periksa Kepala Dinas Perdagangan Pemkab Bangkalan

Kompas.com - 16/12/2022, 14:54 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa satu saksi terkait kasus yang menjerat Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron (RALAI) dan lima pejabat pemerintah kabupaten (Pemkab) Bangkalan lainnya pada Jumat (16/12/2022).

"Hari ini, pemeriksaan saksi TPK (tindak pidana korupsi) lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, untuk tersangka RALAI dan kawan-kawan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat.

Ali Fikri mengatakan, saksi yang diperiksa adalah Kepala Dinas Perdagangan Pemkab Bangkalan periode 2019-sekarang, Roosli Soeliharjono.

"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan," ujar Ali Fikri.

Baca juga: KPK Sita Rp 1,5 Miliar dalam Kasus Lelang Jabatan Bupati Bangkalan Ra Latif

Diberitakan sebelumnya, KPK menahan Latif atau RALAI beserta lima bawahannya.

Latif dan lima pejabat di lingkungan Pemkab Bangkalan, Jawa Timur itu sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap lelang jabatan.

“Terkait kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan para tersangka,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di kantornya, pada 8 Desember 2022.

Firli mengatakan, Latif diduga meminta commitment fee berupa uang kepada setiap aparatur sipil negara (ASN) yang dinyatakan lulus seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), termasuk promosi jabatan eselon 3 dan 4.

“Untuk dugaan besaran nilai commitment fee tersebut dipatok mulai dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 150 juta,” ujar Firli.

Baca juga: Kasus Suap Bupati Bangkalan: Uang Dipakai untuk Survei Elektabilitas, 5 Anak Buah Terlibat

Dalam perkara ini, Latif disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara, lima bawahannya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: KPK Ambil Sampel Suara Bupati Bangkalan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com