Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham: Surat dari PBB Soal KUHP Diterima Sangat Terlambat

Kompas.com - 12/12/2022, 17:58 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menyampaikan, surat yang dikirim oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal KUHP sangat terlambat.

Dia menyebut, surat dari PBB itu diterima Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada tanggal 25 November 2022. Sedangkan, pengambilan keputusan tingkat I sudah dilakukan pada 24 November 2022.

"Surat itu kami terima pada tanggal 25 (November), dan itu tidak ke pemerintah melainkan ke Komisi III DPR. Persetujuan tingkat pertama diambil pada tanggal 24 November 2022, jadi ya sangat terlambat," kata Eddy dalam konferensi pers bersama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Eddy mengungkapkan, dalam surat tersebut, PBB menawarkan bantuan, utamanya untuk pasal-pasal yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan persoalan Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca juga: Kekhawatiran Terkait Pasal Tentang Perzinaan di KUHP

Sayangnya, surat tawaran itu baru diterima oleh DPR dan pemerintah pada tanggal 25 November 2022.

Namun dia memastikan, KUHP tidak disusun secara terburu-buru dan sudah menampung berbagai masukan dari semua pihak terutama dari masyarakat.

"Kami waktu itu sudah berembug dan karena surat baru sampai tanggal 25, sementara sudah ada persetujuan pada tingkat pertama tanggal 24. Jelas yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi itu kami sudah menerima berbagai masukan dari masyarakat," tuturnya.

Karena masukan-masukan itu, ada beberapa pasal yang telah dihapus dan diperbarui. Salah satu pasal yang diperbarui adalah pasal penghinaan terhadap pejabat negara.

Tadinya, pasal penghinaan itu terdiri dari 4 jenis, yaitu pasal penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, pasal penghinaan terhadap pemerintah, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum, dan pasal penghinaan terhadap pejabat negara.

Kemudian, pemerintah menghapus dua pasal, yaitu pasal penghinaan terhadap pejabat negara dan pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum.

"Pasal penghinaan terhadap pejabat negara itu kita keluarkan. Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum, itu kita batalkan," tuturnya.

Namun, pihaknya memasukkan lembaga negara dalam pasal penghinaan terhadap pemerintah. Tapi terbatas pada lembaga kepresidenan, MPR, DPR, DPD, MK dan MA.

Baca juga: Hotman Paris Khawatir KUHP Jadi Lahan Basah Kalapas, Pakar Hukum: Tanpa Ada Aturan Itu Juga Bisa

Di sisi lain, penjelasan mengenai penghinaan harkat dan martabat sudah diatur sangat ketat (strict), yaitu hanya berupa fitnah dan menista.

"Di dalam penjelasan kita sudah mengatakan bahwa pasal ini tidak dimaksudkan untuk membungkam demokrasi, kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat. Karena kritik yang diwujudkan dalam unjuk rasa itu sangat diperlukan bagi negara demokrasi sebagai sosial kontrol," papar Eddy.

Sebagai informasi, DPR sudah mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Baca juga: Soal Pasal Perzinaan di KUHP, Wamenkumham Sebut Perda Tak Lagi Berlaku

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menampik jika disebutkan bahwa pengesahan KUHP terburu-buru.

Menurut Yasonna, pemerintah sudah berjuang membuat kitab hukum pidana sendiri sejak 1963. Sebab, KUHP yang berlaku selama ini adalah warisan Belanda.

Ia meyakini bahwa undang-undang tersebut tidak bermasalah. Dia pun optimistis jika ada masyarakat yang mengajukan uji materi akan ditolak oleh MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com