Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antisipasi Ricuh Pemilu 2024, KPU Siapkan Ribuan Pamdal Mirip Pasukan Antihuru-hara

Kompas.com - 02/12/2022, 19:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyiapkan ribuan personel pengamanan dalam (pamdal) untuk menghadapi Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Personel bernama Jagat Saksana ini disiapkan seperti pasukan antihuru-hara, dilengkapi dengan beberapa perangkat pengamanan seperti helm dan tameng, kendaraan taktis berupa motor trail, hingga senjata tumpul berupa tongkat.

Jumat (2/12/2022), bertepatan dengan Konsolidasi Pemilu 2024 yang digelar di Jakarta, kesiapan Jagat Saksana didemonstrasikan dengan simulasi menghalau massa aksi unjuk rasa bersama dengan Korps Samapta Bhayangkara (Sabhara).

Baca juga: Kegentingan Perpu Pemilu dengan Masa Jabatan KPU

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyebut bahwa para personel ini dilatih di SPN Lido Polda Metro Jaya.

"Ini untuk pengamanan di kantor KPU, karena kantor KPU adalah obyek yang harus dilindungi oleh orang-orang yang terlatih," ujar Hasyim kepada wartawan, Jumat.

"Semuanya dididik, ditingkatkan kapasitas, disekolahkan di sekolah kepolisian Lido di bawah Polda Metro Jaya untuk peningkatan kapasitas," jelasnya.

Menurutnya, penyiapan kapasitas pamdal semacam ini krusial bagi KPU sebagai lembaga yang memiliki kantor dari pusat dan tersebar hingga seluruh kota dan kabupaten.

Baca juga: MK Ubah Pasal UU Pemilu soal Syarat Caleg, KPU Akan Konsultasi ke DPR dan Jokowi

Hasyim menganggap gaya Jagat Saksana yang mirip pasukan antihuru-hara memang diperlukan sebagai antisipasi semua kemungkinan terburuk.

Ia tidak menampik bahwa pada Pemilu dan Pilkada 2024, ekskalasi konflik kemungkinan meruncing. Oleh karena itu, pasukan ini diklaim akan disiapkan di seluruh kantor KPU di seluruh wilayah Indonesia dan di seluruh tingkatan, termasuk di tingkat kota dan kabupaten.

"Yang namanya pemilu, pilkada, adalah konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan," ujar Hasyim.

"Dalam situasi konflik itukan bisa menggunakan kekerasan fisik, bisa menggunakan kekerasan verbal. Jadi segala sesuatu kita harus antisipasi, nah kalau situasi kaya tadi kan, supaya kita inikan selalu siap siaga. Bukannya kita mengharap ada seperti itu ya, tetapi kalau ada kejadian seperti itu relatif siap dari dalam," jelasnya.

Ancaman konflik

Sebelumnya, kekhawatiran soal konflik dalam Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 diungkapkan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam rapat bersama Komite I DPD RI di Jakarta, Selasa (8/11/2022).

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah kerusuhan menurutnya paling banyak terjadi saat pilkada bukan pemilu level nasional.

Ia mengaku resah karena pilkada digelar serentak dan khawatir kepolisian kekurangan personel, karena postur keamanan akan difokuskan mengamankan wilayah masing-masing.

"Misalnya dulu Pilkada Makassar ribut karena calon tunggal, ribut di mana-mana. Datang perbantuan personel dari Polres Gowa dan Polres sekitarnya untuk Kota Makassar. Sekarang (Pilkada 2024) tidak bisa karena masing-masing polres harus jaga wilayah masing-masing," kata Bagja.

Baca juga: KPU Pamekasan Usul Tambah Daerah Pemilihan, Akan Ada 6 Dapil pada Pemilu 2024

Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi menilai, pendekatan keamanan tidak bisa menjadi satu-satunya cara menangani potensi konflik pilkada. Sebab, postur keamanan diperkirakan akan terbatas pada 2024 nanti karena pilkada digelar di berbagai tempat dalam waktu yang sama, di mana setiap satuan kepolisian perlu mengamankan wilayah masing-masing.

"Program-program sosialisasinya (KPU dan Bawaslu) itu harus mendorong bukan hanya sosialisasi tentang hak pilih, tentang teknis-teknis kepemiluan misalnya soal hari H, TPS, dan lain sebagainya," ujar Ubaid pada Jumat (18/11/2022).

"Tetapi juga bagaimana mendorong sosialisasi itu lebih ke hal yang substansial, yaitu bagiamana menghargai perbedaan pendapat," katanya.

Sosialisasi semacam ini diharapkan dapat membuat masyarakat lebih dewasa dalam berpolitik. Ubaid mendorong program ini harus masuk ke dalam fokus sosialisasi kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut.

Baca juga: Jokowi Minta KPU Hati-hati: Hal Teknis Bisa Menjadi Politis

Khusus untuk Bawaslu, Ubaid berharap agar indeks kerawanan pemilu yang tengah disusun dapat juga mencakup indeks kerawanan terkait potensi konflik.

"Jadi, itu berkaca pada kasus-kasus di masa lalu. Itu bisa dilengkapi sehingga bisa diantisipasi," tambahnya.

Terlebih, potensi konflik horizontal saat pilkada memang selalu tinggi, dan hal ini dikhawatirkan semakin buruk karena 2024 pilkada digelar serentak.

Ubaid beranggapan bahwa sampai saat ini, profil pilkada di Indonesia belum berubah, di mana terdapat sentimen kedekatan yang tinggi antara pendukung dan kandidat yang maju kontestasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com