Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdian Ahya Al
Dosen

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret

Kekerasan terhadap Pekerja Perempuan: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Kompas.com - 01/12/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kembali pada kalimat pembuka tulisan ini, pekerja perempuan sering berada dalam situasi ketika mereka tidak memiliki pilihan lain selain bekerja dalam kondisi seburuk apapun untuk tetap bertahan hidup.

Faktor ekonomi merupakan faktor fundamental yang dijadikan alasan oleh mereka tetap bekerja dalam kondisi tidak manusiawi.

Bagi kapitalis, kemiskinan merupakan hal pantas didapat bagi pihak yang tidak mau berusaha dan kalah dalam bersaing.

Mereka berpandangan bahwa sudah menjadi kodrat mereka untuk terlahir kaya dan kodrat mereka ditentukan oleh jerih payah mereka sendiri. Namun, anggapan ini masih sangat memungkinkan untuk diperdebatkan.

Lagi-lagi aspek struktural menjadi faktor krusial terhadap kemiskinan dalam suatu negara. Ini berhubungan dengan distribusi ekonomi yang tidak merata dan keterbatasan akses terhadap pendidikan. Keduanya saling memengaruhi satu sama lain.

Untuk dapat bersaing dan memperoleh pekerjaan dengan kualitas tinggi, latar belakang pendidikan di Indonesia menjadi salah satu parameter menentukan apakah seseorang layak bekerja pada posisi tertentu dan dibayar dengan nominal tertentu.

Sedangkan, untuk memperoleh pendidikan tinggi, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Padahal, tidak semua masyarakat kurang mampu memperoleh beasiswa atau bantuan, dan beasiswa atau bantuan tersebut belum tentu mampu menutupi seluruh ongkos yang dibutuhkan untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Ini merupakan situasi yang sulit dan dilematis bagi masyarakat menengah ke bawah. Untuk makan saja susah, apalagi untuk biaya pendidikan.

Belum persoalan lain seperti biaya listrik, air, sewa kontrakan, dan terutama biaya kesehatan, karena ada yang mengatakan bahwa “sehat itu mahal harganya”, sehingga, mereka dilarang sakit.

Kondisi ini berusaha mengungkapkan bahwa untuk menghilangkan kekerasan dan menciptakan perdamaian adalah dengan mengatasi kesenjangan ekonomi.

Situasi ini juga berhubungan keterbatasan terhadap akses pekerjaan yang layak. Perbandingan lapangan pekerjaan dengan jumlah angkatan kerja menjadi persoalan lain yang kemudian menyebabkan banyak pekerja perempuan bekerja di sektor rentan, seperti bekerja sebagai di sektor informal.

Dianggap sebagai sektor rentan dikarenakan sektor tersebut sering lepas dari pengawasan pemerintah.

Lemahnya perlindungan hukum pekerja perempuan

Permasalahan struktural mengenai pekerja perempuan dapat dilihat dari belum diratifikasinya Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 190 tentang kekerasan dan pelecehan di dunia kerja atau Konvensi ILO No.189 tentang pekerja rumah tangga oleh pemerintah dan justru lebih memilih mengesahkan Omnibus Law.

Padahal, berbagai macam kasus kekerasan terhadap pekerja perempuan terjadi di sektor informal.

Misalnya, menurut Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) terdapat 1.458 kasus kekerasan terhadap PRT dalam berbagai bentuk dalam kurun waktu 2018 hingga April 2020 (Purnamasari, 2020).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com