Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Toto TIS Suparto
Editor Buku Lepas, Ghostwritter

Editor Buku

Sinyal Kuat dari Jokowi untuk Ganjar

Kompas.com - 28/11/2022, 05:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Hati-hati, hati-hati, saya titip hati-hati. Memilih pemimpin hati-hati. Pilih pemimpin yang ngerti, yang ngerti apa yang dirasakan oleh rakyat."

BEGITU kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para relawannya terkait sosok yang akan meneruskan kepemimpinannya selepas 2024 nanti.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi dalam acara Gerakan Nusantara Bersatu yang diikuti oleh ribuan relawan dari berbagai daerah di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, Sabtu (26/10/2022).

 Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dalam Musyawarah Nasional XIX Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) di Novotel Hotel, Surakarta, Jumat (25/11/2022).
DOK. Humas Pemprov Jateng Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dalam Musyawarah Nasional XIX Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) di Novotel Hotel, Surakarta, Jumat (25/11/2022).
Selanjutnya Jokowi bilang begini: "Jangan pilih sosok yang hanya senang duduk di istana. Jangan sampai, jangan sampai...kita memilih pemimpin yang nanti hanya senangnya duduk di istana yang AC-nya dingin. Jangan sampai, saya ulang, jangan sampai kita memilih pemimpin yang senang duduk di istana yang AC-nya sangat dingin," ungkap Jokowi.

Lebih lanjut Jokowi mengingatkan, "...pemimpin yang mikirin rakyat itu kelihatan dari mukanya. Dari penampilannya itu kelihatan, banyak kerutan di wajahnya karena mikirin rakyat, ada juga yang mikirin rakyat sampai rambutnya putih semua, ada! Ada itu," ungkap Jokowi sambil tersenyum.

Di balik senyum itu, sejatinya Jokowi sedang melempar tanda-tanda. Seketika khalayak menafsir tanda-tanda dimaksud.

Bagi para pengkaji budaya, biasanya menafsir dengan cara menganalisis tanda-tanda dengan semiotika. Sebab, semiotika mampu melakukan analisis lintas disiplin. Semiotika ini memberikan hasil data yang beragam untuk memudahkan kesimpulan.

Secara teori, semiotika merupakan disiplin ilmu yang menelaah tanda, termasuk simbol, indeks, maupun ikon.

Acap kajian semiotika meneropong karya seni, termasuk sastra, desain, tari, dan film. Namun begitu, banyak juga yang menggunakannya untuk membaca komunikasi verbal maupun non-verbal.

Dalam hal pernyataan Jokowi, semiotika dimaksudkan untuk mengungkapkan tujuan komunikasi pikiran, perasaan, atau ekspresi apa saja yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Terutama pernyataan kepada para relawannya.

Semiotika akan melihat dulu tanda-tanda yang dilempar Jokowi, yaitu istana dan rambut putih.

Istana merupakan tanda atau sign bagi seseorang yang berarti sesuatu yang lain dengan lainnya. Maksudnya, tidak semua orang bisa dilekatkan tanda istana ini.

Atau sebaliknya, hanya penguasa elite yang sesuai memperoleh penanda istana ini.

Sekaligus istana merupakan simbol bagi kelas elite. Kelas yang dianggap jauh dengan rakyat. Atau kalaupun punya niatan untuk merakyat, yang tampak kemudian adalah kaku, tidak natural dan terkesan dibuat-buat. Akibatnya jadi bulan-bulanan netizen.

Akan menjadi jelas sosok yang dimaksud Jokowi ketika tanda istana ini dilawankan rambut putih.

Siapapun mudah menafsirkan tanda rambut putih. Apalagi si rambut putih ini lepas dari simbol istana.

Dia dianggap lebih merakyat dengan gaya khas ketika blusukan. Natural dan akrab dengan netizen karena cara bermedsos tidak formal-formal amat.

Memang, istana lebih konotatif, masih mengandung tafsir luas. Sementara rambut putih jelas denotatif.

Stok foto: Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Puan Maharani.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Stok foto: Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Puan Maharani.
Maka, tak terlalu lama dan tidak juga sulit bagi netizen untuk menyebut rambut putih adalah Ganjar Pranowo.

Manakala nama Ganjar Pranowo muncul, maka tanda istana adalah milik "lawan" Ganjar. Bicara lawan, pertama kali terlintas adalah lawan terdekat Ganjar, yaitu Puan Maharani.

Ini lawan di dalam rumah. Jokowi menggiring relawan untuk mengerucut ke dalam rumah dulu. Hal ini terbaca pada dua tanda tadi: istana dan rambut putih.

Dengan demikian, sah saja jika masyarakat - terutama para pengamat politik - beranggapan bahwa Jokowi lebih memberi sinyal kuat kepada Ganjar ketimbang Puan Maharani.

Tidak ada pernyataan terbuka dan blak-blakan dari Jokowi, tetapi semiotika membantu kita untuk menemukan nama yang dimaksud Jokowi.

Sinyal kuat itu sangat membantu para relawan Jokowi untuk bertindak di lapangan. Pada akhirnya, mereka yang berlabel relawan Jokowi bisa saja akan bertindak pula sebagai relawan Ganjar.

Itulah pembacaan semiotika. Pelan-pelan sikap Jokowi terhadap kandidat Capres 2024 kian jelas. Atas nama pembangunan berkelanjutan, maka relawan, pendukung hingga simpatisan Jokowi sudah diberi satu nama yang layak dipertimbangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com