Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aboe Bakar Al Habsyi
Anggota DPR-RI

Anggota DPR RI Komisi III dan Sekjend DPP PKS

Menjaga Kehormatan Lembaga Negara di RKUHP

Kompas.com - 27/11/2022, 05:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu isu kontroversial dalam Rancangan Kitab Umum Hukum Pidana (RKUHP) adalah lahirnya pengaturan mengenai Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.

Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 347 dan Pasal 348 Rancangan KUHP (Draft November 2022) yang pada intinya memberikan pidana bagi setiap orang yang menghina harkat, martabat, dan kehormatan lembaga negara.

Terdapat kekhawatiran bahwa pasal tersebut akan mengkriminalisasi para pengkritik lembaga negara dan mengancam kebebasan berpendapat.

Delik baru

Secara tekstual, Pasal 347 RKUHP (Draft November 2022) menyatakan “(1) Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. (3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.”

Adapun Pasal 348 RKUHP (Draft November 2022) menyatakan “Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pidana yang disusun dalam RKUHP merupakan delik baru yang tidak ada dalam KUHP yang saat ini berlaku.

Secara prinsip gagasan dari lahirnya delik ini adalah untuk melindungi harkat, martabat, dan kehormatan lembaga negara dan bukan individu.

Ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati, oleh karena itu perbuatan menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara dapat dipidana.

Pasal 347 ayat (3) RKUHP (Draft November 2022) secara khusus menyatakan bahwa delik penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara merupakan delik aduan.

Adapun hukuman pidana yang dapat diberikan adalah paling sedikit satu setengah tahun atau pidana denda maksimal Rp 10 juta.

Pidana ini berlaku apabila ada warga negara yang melakukan penghinaan terhadap lembaga negara eksekutif dan legislatif (pengambil kebijakan).

Adapun untuk penghinaan terhadap kekuasaan kehakiman sudah diatur lebih jauh dalam Pasal Contempt of Court, yakni Pasal 281-302 RKUHP (Draft November 2022).

Terlalu luas

Dalam bagian penjelasan dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kekuasaan umum atau lembaga negara antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, polisi, Jaksa, Gubernur, atau Bupati/Walikota.

Penggunaan frasa “antara lain” membuat lembaga-lembaga yang menjadi subjek yang “dilindungi” oleh ketentuan ini tidak terbatas kepada lembaga-lembaga yang disebutkan dalam penjelasan tersebut.

Berbagai pihak menuding bahwa rumusan pasal ini akan membuat lembaga negara menjadi tidak dapat dikritik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com