Dalam pandangan Ari wacana duet Prabowo-Ganjar sulit tercapai karena PDI-P enggan kadernya menjadi nomor dua.
Sikap itu dipandang realistis, karena jumlah perolehan suara partai berlambang banteng itu pada Pemilu 2019 lebih besar ketimbang Gerindra.
Kala itu PDI-P menjadi parpol dengan perolehan suara terbesar, mencapai 27,5 juta suara atau setara 19,33 persen dari total suara sah nasional.
Sedangkan Gerindra berada di urutan ketiga karena mendapatkan 17,5 juta suara atau 12,57 persen dari keseluruhan suara.
Baca juga: Hubungan PKB-Gerindra Goyah, PDI-P Sebut Muhaimin Selalu Dekat dengan Puan dan Mega
“Padahal dalam rumus koalisi yang mengedepankan partai, dan elektabilitas tertinggi, sangat rugi jika PDI-P menempatkan Ganjar sebagai pengantinnya Prabowo,” ungkap dia.
“Raihan suara PDI-P jauh lebih tinggi dari Gerindra, dan elektabilitas Ganjar juga di atas Prabowo,” sambungnya.
Sulitnya Gerindra bekerja sama dengan PDI-P untuk merealisasikan Prabowo-Ganjar juga nampak dari sikap kader elitnya.
Baca juga: Belum Paham Maksud Cak Imin soal Komposisi Baru, Jazilul: PKB Tetap Solid Bersama Gerindra
Sampai saat ini, tak ada kader elit atau pengurus DPP PDI-P yang menanggapi wacana tersebut.
Komunikasi politik Gerindra dengan PDI-P belum terjalin, karena bersifat satu arah.
“Terlaksananya sepasang pengantin Prabowo-Ganjar hanya disuarakan elit-elit Gerindra saja,” imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.