Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekecewaan Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut, Antidote Tiba Setelah Anak Tiada

Kompas.com - 23/11/2022, 22:01 WIB
Ardito Ramadhan,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rasa sakit seolah-olah datang bertubi-tubi di hati para keluarga korban gagal ginjal akut.

Belum sembuh dari rasa sakit akibat kehilangan sang buah hati, banyak keluarga yang semakin tersakiti lantaran obat penawar atau antidote tiba ke tanah air setelah anak mereka tiada.

"Korban mewakili itu Bu Safitri itu, hanya selang beberapa hari setelah anaknya meninggal, antidote muncul. Itu kan menyakiti," kata kuasa hukum keluarga korban, Awan Puryadi, dalam acara Gaspol! Kompas.com, Rabu (23/11/2022).

Awan Puryadi diketahui adalah kuasa hukum dari sedikitnya 12 keluarga korban gagal ginjal yang tengah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Baca juga: Enggan Sebut Kasus Gagal Ginjal Akut, BPKN: Ini Kasus Keracunan Obat Sirup

Klien Awan umumnya memiliki anak berusia kecil, dari 8 bulan hingga 8 tahun.

"Yang itu (usia 8 bulan) pada saat sakitnya karena tidak bisa dimasukkan cairan, sampai dibor di kakinya, di tulangnya, untuk dimasukkan obat-obat yang diperlukan," kata Awan.

Ia bahkan mengatakan, selama masih sakit, para korban hanya menjalani pengobatan sampingan, bukan pengobatan utama menggunakan obat-obatan.

Oleh karena itu, keluarga korban terkejut ketika mengetahui pemerintah mendatangkan obat-obatan dari luar negeri ke tanah air.

Menurut Awan, tidak mungkin antidote tersebut tiba-tiba muncul karena mesti melalui proses.

Baca juga: GASPOL! HARI INI: Nestapa Keluarga Korban Gagal Ginjal, Nyawa Melayang Obat Baru Datang

Sementara itu, kliennya justru diberi tahu bahwa penyakit yang anak mereka alami adalah penyakit yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Terkejut saja, kok tiba-tiba antidote-nya datang. Sebelumnya, enggak datang. Ini juga membuat korban ini kecewa banget, kenapa kok sampai terjadi seperti itu?" kata Awan.

"Katanya, kalau korban yang datang ke rumah sakit, komunikasi dengan dokter, ini (penyakit) baru. Tetapi, setelah mereka berjalannya waktu ada antidote," ujarnya lagi.

Berkaca dari hal itu, Awan menilai merebaknya penyakit gagat ginjal akut pada anak-anak semestinya dapat diantisipasi sejak awal.

Ia menganggap penanganan penyakit ini seolah-olah dibiarkan hingga akhirnya menimbulkan banyak korban.

"Ini yang kita ungkap bersama-sama dengan korban, dari hasil penelusuran itulah korban merasa harus ada upaya yang lebih makanya gugatan dilayangkan," kata Awan.

Baca juga: Polri Tetapkan Pemilik CV Samudera Chemical Jadi Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut

Berlangsung cepat

Di samping itu, Awan mengungkapkan, para kliennya itu mempunyai cerita yang hampir serupa. Anak-anak mereka awalnya mengalami demam dan diresepkan obat penurun panas parasetamol.

"Yang di kuasa kami itu ada 2 merek yang diminum, yang pertama adalah Afi Farma, parasetamol dari Afi Farma, dan dari Universal Pharmaceutical Industries," ujar Awan.

Awalnya, obat yang diresepkan dokter itu cukup ampuh menurunkan panas dalam waktu dua hari.

Akan tetapi, memasuki hari ketiga dan keempat, anak-anak itu justru menunjukkan gejala tidak bisa buang air kecil, muntah-muntah, maupun demam.

Anak-anak itu lantas dilarikan ke rumah sakit dan dinyatakan mengalami kerusakan ginjal.

Baca juga: 4 Perusahaan Jadi Tersangka Kasus Gagal Ginjal, IDAI: Ini Kejahatan Kemanusiaan, Harus Dihukum Jera

Awan mengungkapkan, peristiwa itu berlangsung secara cepat karena ada yang situasi kesehatannya memburuk dalam satu hari hingga akhirnya meninggal dunia.

"Anak yang sebelumnya tidak apa-apa, mengalami sakit yang itu sakit yang biasa. Kemudian, tiba-tiba dengan sangat cepat mungkin setelah dia minum parasetamol, 3-4 hari sudah mengalami rangkaian masalah ginjal, masalah organ tubuh dalam, sampai dilakukan cuci darah, picu jantung, sampai akhirnya meninggal," kata Awan.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga 15 November 2022, ada 199 pasien gagal ginjal yang meninggal dunia dari total 324 kasus yang tercatat.

Merujuk data tersebut, dari 324 kasus gagal ginjal, jumlah pasien yang dirawat tinggal 14 orang sedangkan 111 orang lainnya telah dinyatakan sembuh.

Baca juga: Polisi: 4 Perusahaan Farmasi Jadi Tersangka Gagal Ginjal Akut, Termasuk yang Disidik BPOM

Peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak-anak sudah terjadi sejak Agustus 2022.

Gejala yang timbul dari penyakit ini adalah demam, hilang nafsu makan, malaise, batuk pilek, mual, muntah, ISPA, dan diare. Kemudian, berlanjut pada sulit kencing berupa air seni berkurang atau tidak ada air seni sama sekali.

Sejauh ini, BPOM sudah menindak dengan mencabut izin edar tiga perusahaan farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.

Izin edar dicabut karena obat sirup yang mereka produksi mengandung cemaran maupun zat murni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), penyebab utama kasus gagal ginjal pada anak.

Sementara itu, Bareskrim Polri telah menetapkan empat perusahaan sebagai tersangka, yakni PT Afi Farma, CV Samudera Chemical, PT Yarindo Farmatama, dan PT Universal Pharmaceutical Industries.

Baca juga: Enggan Sebut Kasus Gagal Ginjal Akut, BPKN: Ini Kasus Keracunan Obat Sirup

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com