Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Bahasa Ibu dalam Pusaran Ujaran Kebencian

Kompas.com - 23/11/2022, 10:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Bayu Permana Sukma

TANGGAL 21 Februari diperingati setiap tahun sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Hari yang dicanangkan pada tahun 1999 oleh UNESCO dan telah diperingati sejak tahun 2000 tersebut menjadi momentum pengakuan dunia atas kebebasan individu dalam menuturkan, melestarikan, dan mempromosikan bahasa ibunya.

Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional sekaligus memberikan pesan kepada dunia akan pentingnya posisi bahasa ibu sebagai pembentuk jati diri dan pembangun peradaban.

Bahasa ibu sendiri didefinisikan sebagai bahasa pertama yang dipelajari dan dikuasai manusia. Di Indonesia, bahasa daerah menjadi bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakatnya.

Melalui bahasa ibu (daerah), pengetahuan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Lewat bahasa yang pertama kali didengar dan diucapkan itu, masyarakat Indonesia berkomunikasi, belajar, dan membangun hubungan sosial.

Seiring pertambahan usia dan perkembangan akalnya, bahasa ibu kemudian digunakan juga untuk mengekspresikan emosi: kesedihan, kemarahan, kesukaan, ketidaksukaan bahkan kebencian terhadap sesuatu atau orang lain.

Dalam kapasitasnya sebagai sarana untuk mengungkapkan emosi itulah, bahasa ibu pada gilirannya juga digunakan sebagai alat untuk menumpahkan kemarahan atau kebencian, yang belakangan kita kenal dengan istilah “ujaran kebencian”.

Ujaran kebencian dan perundungan siber berbahasa daerah

Penggunaan bahasa daerah dalam ujaran kebencian kini marak terjadi, khususnya di media sosial. Tidak hanya di kalangan orang dewasa, tetapi juga di kalangan remaja atau pelajar.

Bedanya, jika kasus-kasus ujaran kebencian yang melibatkan orang dewasa biasanya berlanjut ke pengadilan, ujaran kebencian dalam wujud perundungan siber yang dilakukan oleh para pelajar umumnya tidak berlanjut ke proses hukum.

Namun demikian, konflik fisik antarpelajar di dunia nyata seperti perkelahian dan tawuran seringkali justru dipicu oleh tuturan atau perang kata-kata di media sosial (Puspitasari, 2019).

Penelitian terkait pola tuturan perundungan siber di kalangan pelajar yang dilakukan Okitasari dkk (2020) menemukan setidaknya ada tiga bahasa daerah yang digunakan dalam tuturan perundungan.

Bahasa-bahasa daerah tersebut umumnya muncul dalam bentuk makian atau istilah tabu, dari nama hewan hingga organ vital manusia.

Fakta tersebut dilematis. Di satu sisi kita senang mendapati kenyataan bahwa bahasa daerah ternyata masih digunakan di media sosial oleh kalangan pelajar, yang pada gilirannya dapat berkontribusi dalam upaya pelestarian bahasa daerah melalui pendokumentasian bahasa di ranah digital sebagaimana diungkapkan Katubi (2020).

Namun di sisi lain, kita juga prihatin dan sedih karena bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia justru tampil dalam wajah yang bengis, kasar, dan penuh kebencian.

Bahasa daerah yang seharusnya menjadi alat untuk membangun persaudaraan dan keakraban antarsesama suku justru digunakan untuk menyemai permusuhan dan perpecahan di kalangan sendiri.

Pemahaman konteks dalam pembelajaran bahasa daerah

Penggunaan kata makian di dalam setiap bahasa termasuk bahasa daerah sebenarnya bukan hal yang sepenuhnya salah.

Bagi sebagian kalangan atau komunitas, kata makian bahkan dapat dianggap sebagai penanda keakraban dan solidaritas (Goddard, 2015).

Kata makian baru akan menimbulkan masalah jika diucapkan pada “ruang” dan waktu yang keliru.

Meskipun kasus ujaran kebencian di media sosial juga erat kaitannya dengan tingkat literasi digital dan literasi hukum pelakunya, setidaknya ada dua hal yang dapat diupayakan oleh pengajar, pegiat, atau peneliti bahasa daerah terkait upaya pencegahan dini.

Pertama, menanamkan pemahaman konteks pada pemelajar atau penutur muda di dalam pengajaran bahasa daerah.

Kecerdasan pragmatik atau kompetensi penggunaan bahasa sesuai konteks akan membantu pemelajar memahami seluk beluk latar penggunaan bahasa: apa yang dibicarakan; dengan siapa, kapan dan di mana berbicara.

Kompetensi ini penting dimiliki setiap pemelajar khususnya kalangan muda agar mereka mengerti bahwa bahasa bukanlah sesuatu yang lahir dalam ruang hampa dan selalu bermakna tunggal.

Sebuah kata dapat bermakna lain jika diucapkan pada waktu dan tempat yang berbeda.

Meskipun kompetensi pragmatik juga dapat dipelajari dalam pembelajaran bahasa kedua, seperti bahasa Indonesia atau bahasa asing, pengajaran pragmatik dalam bahasa daerah memiliki kekhasan tersendiri karena bahasa sebagai produk budaya tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi, tetapi juga menyimpan nilai-nilai kearifan dan cara pandang pemilik bahasa tersebut terhadap dunia.

Contohnya, budaya unggah-ungguh di dalam masyarakat Jawa tergambar dari berbagai tingkatan penggunaan bahasanya.

Dengan demikian, pengajaran pragmatik berbasis bahasa daerah tentu memiliki perbedaan dengan pengajaran pragmatik dalam bahasa lain.

Dengan pemahaman atau kesadaran pragmatik berbasis bahasa daerah, penutur muda tidak hanya diharapkan mampu berbahasa daerah dengan baik dan benar, tetapi juga dapat menggunakannya sesuai konteks.

Kedua, menyusun kamus istilah tabu atau kata makian dalam bahasa daerah beserta konteks penggunaannya.

Tujuannya tentu bukan untuk mengajarkan pemelajar berkata-kata kasar atau menggunakan istilah tabu secara serampangan.

Sebaliknya, penyusunan kamus tersebut bertujuan memberikan pemahaman kepada para pemelajar bahwa ada kata-kata yang tidak boleh diucapkan pada situasi dan kondisi tertentu.

Dengan bimbingan pengajar, pemelajar dapat menggunakan kamus tersebut sebagai rujukan dan pada akhirnya mampu memilih dan memilah kata-kata yang tepat dalam berbagai situasi, termasuk saat mengutarakan pendapat atau mengungkapkan emosinya.

Mengembalikan fungsi sejati bahasa ibu

Kemajuan zaman telah menggiring bahasa ibu ke pengasingan. Data Kemendikbudristek pada tahun 2019 menunjukkan bahwa 52 persen bahasa daerah yang juga merupakan bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengarah kepada kepunahan (Anindyatri & Mufidah, 2020).

Padahal, bahasa ibu berperan penting dalam menyokong peradaban. Dalam dunia pendidikan, contohnya, bahasa ibu berperan dalam menjembatani pemahaman anak didik di masa-masa awal sekolah.

Karena alasan itu, UNESCO kemudian mendorong penggunaan bahasa ibu sebagai language of instruction atau bahasa pengantar pelajaran bagi siswa-siswi yang duduk di kelas-kelas dasar.

Tak hanya fungsi edukatif tersebut, bahasa ibu juga mengemban fungsi penting lain seperti fungsi emotif, fungsi kultural, fungsi politis, fungsi ekonomis, hingga fungsi klinis (Aziz, 2022).

Dengan demikian, sudah sepatutnya bahasa ibu dilestarikan dan ditempatkan kembali pada peran dan fungsinya yang sejati.

Penggunaan bahasa ibu atau bahasa daerah di ranah digital khususnya media sosial patut diapresiasi.

Namun penggunaannya sebagai sarana pengungkapan emosi pada situasi dan kondisi yang tidak tepat sehingga mengarah kepada tindakan pidana tentu tidak dapat ditoleransi.

Jika bahasa mencerminkan budaya dan budaya terkristalisasi dalam bahasa, maka peran dan fungsi bahasa ibu seharusnya tidak dibiarkan terperosok ke dalam jurang ujaran kebencian.

Layaknya ibu yang penuh kelembutan, bahasa ibu sudah semestinya digunakan sebagai alat untuk menciptakan perdamaian dan persaudaraan.

Alih-alih mengajarkan kebencian dan permusuhan, bukankah ibu justru menganjurkan kasih sayang?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com