Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pradita Devis Dukarno
Peneliti

Peneliti

Negara Teater dan G20

Kompas.com - 16/11/2022, 17:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERHELATAN KTT G20 memasuki titik puncak, apakah akan ada “Deklarasi Bali” yang dapat menjadikan pedoman baru untuk menyelesaikan krisis politik, ekonomi, dan kesehatan ataukah pertemuan ini hanya akan berakhir seremonial tanpa bekas?

Untuk menjawab hal tersebut, menarik kita melihat hasil penelitian Clifford Geertz (1980) tentang sebuah negara teater yang memproduksi simbol, identitas, dan warisan, di mana setiap kelompok masyarakat ditata dan memiliki peran khusus dalam ritus keagamaan Bali yang terjadi pada abad ke-19.

Penelitian ini dilakukan oleh Geertz dengan menggunakan pendekatan historis dan antropologi pada kerajaan-kerajaan di Bali dalam menyelanggarakan upacara keagamaan sebagai ajang untuk menunjukan kekuasaan dan pengaruhnya.

Indonesia sebagai tuan rumah G20 mengerahkan hampir semua energi negara dan memberi tugas khusus kepada kelompok strategis seperti organisasi agamawan, pengusaha, dan pemuda untuk menyukseskan perhelatan akbar tersebut.

KTT G20 di Bali bagi Indonesia dan dunia memiliki peran strategis sehingga Presiden Jokowi sekuat tenaga menjaga dan merawat kepercayaan global.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap dapat mengembalikan marwah KTT G20 untuk menjaga ekonomi dunia dan mengatasi berbagai tantangan yang sedang dan akan terjadi krisis seperti ketahanan pangan, kesehatan, dan transisi energi yang lebih adil.

G20 diprediksi akan memberikan potensi ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, yakni sekitar 600.000-700.000 lapangan kerja baru, kontribusi terhadap PDB Indonesia Rp 7,4 triliun, pelibatan UMKM dan penyerapan tenaga kerja hingga 33.000 orang, peningkatan jumlah wisatawan mancanegara 1,8 juta-3,8 juta orang (Kompas, 11 November 2022).

Inspirasi baru

Pertunjukan teater G20 masih didominasi dengan narasi ekonomi dan potensi keuntungan yang akan didapatkan.

Pertemuan antarpemimpin negara dalam forum internasional lebih cenderung membicarakan kebijakan ekonomi sifatnya jangka pendek dan sedikit sekali yang memberikan inspirasi baru dan dapat terus diestafetkan kepada generasi selanjutnya.

Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Martha C Nussbaum (2010), hampir semua negara di dunia berkompetisi mengejar keuntungan jangka pendek guna menghadapi sebuah krisis serta aktif menghadiri konferensi global tetapi melupakan dan meninggalkan nilai humaniora dalam hasil perjanjian internasionalnya.

Padahal kekuatan utama beradaptasi dan inovasi dalam masa krisis lahir dari akal manusia. Daya tahan dan ide akan muncul jika kebutuhan dasar pendidikan disusun dan diberikan secara maksimal sehingga menghasilkan manusia kreatif dan tangguh.

Sebagai tuan rumah Indonesia perlu menyusun peta jalan kolaborasi ekonomi internasional yang menggunakan pendekatan humanis dan tidak berorientasi kepentingan jangka pendek.

Menurut Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) jumlah penduduk di Bumi  mencapai 8 miliar pada 15 November 2022, naik empat kali lipat dari tahun 1950 yang jumlah hanya 2,5 miliar (Kompas, 8 November 2022).

Peningkatan penduduk tersebut perlu dicarikan jalan solusi karena 60 persen penduduk dunia tersebar pada negara G20.

Pendekatan ekonomi saja tidak akan cukup efektif menghadapi krisis yang disertai laju peningkatan penduduk yang masif. Perlu ada inspirasi baru dari perspektif humaniora.

Peran ilmu humaniora yang memiliki kekuatan pada daya imajinasi, rasa keingintahuan, dan sikap kritis menjadi sumber inspirasi untuk terus berinovasi dalam menghadapi krisis.

Nilai ini sifatnya tidak sesaat dan lokal tetapi menjadi value universal dan dapat dilanjutkan pada generasi masa depan.

Rekam jejak

Dalam sejarah panggung dunia internasional, Indonesia memiliki rekam jejak yang kuat karena berhasil memberikan inspirasi baru bagi negara lain.

Di awal kemerdekaan, sebagai negara muda dan dalam ekonomi masih tertatih, Indonesia menjadi inisiator sekaligus tuan rumah dalam membentuk komunitas global yang menggerakan untuk menentang imperialisme dan kemudian kita kenal dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955.

Konferensi tersebut berhasil menghubungkan 29 negara Asia dan Afrika untuk aktif menyusun Dasasila Bandung yang berisikan prinsip dasar kesetaraan, perdamaian dan menghormati kedaulatan setiap bangsa.

Dari konferensi tersebut terhimpun solidaritas yang kuat sehingga menjadi inspirasi dan mendorong kemerdekaan negara-negara baru di Asia dan Afrika.

Solidaritas Bandung tidak berhenti sebagai kegiatan seremonial, tetapi terus bertransformasi melahirkan Gerakan Non-Blok (1961) di Yugoslavia.

Indonesia menjadi salah satu negara pencetus bersama Yugoslavia, India, Mesir, Ghana, dan Burma.

Gerakan ini menjadi penyeimbang dan alternatif ketika dunia dalam kondisi Perang Dingin sehingga mengakibatkan terjadinya polarisasi yang tajam antara Blok Barat dan Timur.

KTT Asia Afrika, Indonesia dianggap berhasil sebagai sebagai negara penggerak dan mampu menjadi “jembatan penghubung” di antara berbagai kepnetingan sehingga menghasilkan daya cipta perubahan.

Aksi nyata

Dunia terus bergerak dan saling terhubung satu sama lain tetapi ketimpangan kesejahteraan masih terus terjadi dan kesetaraan global belum terwujud.

Menurut World Inequality tahun 2022, sebanyak satu persen orang terkaya di dunia mewakili kekayaan 51 juta penduduk dewasa.

Jika ingin pertunjukan “teater” KTT G20 sukses dan dikenang perlu ada aksi nyata sehingga dapat menjadi solusi permasalahan global dan memori kolektif universal.

Penonton (publik global) akan terus mengingat KTT G20 di Bali karena forum tersebut memiliki kesan kuat dan inspirasi baru karena tindakan langsung yang konkret tepat sasaran.

Slogan KTT G20 “Recover Together, Recover Stronger” menarik dan inklusif karena terkesan ada kebersamaan dan keinginan untuk bangkit lebih kuat dari berbagai krisis yang melanda.

Namun, slogan tersebut hanya akan membekas di atas kertas dan menguap pascakegiatan selesai.

Para pemimpin negara G20 dunia harus berani melakukan aksi nyata untuk memberikan akses modal dan pengetahuan bagi negara-negara miskin guna memperpendek jurang ketimpangan dan kesetaraan global.

Negara-negara miskin membutuhkan dukungan pendidikan yang bermutu, pelayanan kesehatan berkualitas, dan infrastruktur yang memadai.

Tidak ketinggalan juga isu lain yang penting dan strategis, G20 perlu merespons dengan segera seperti perubahan iklim dan pemanasan global, mewujudkan perdamaian Rusia-Ukraina, dan percepatan penanggulan Covid-19.

Momentum untuk melakukan aksi nyata mengurangi ketimpangan dan mewujudkan kesetaraan global ada di depan mata.

Sekarang, Indonesia memiliki kesempatan untuk mendorong komitmen pemimpin negara G20 guna menyuguhkan teater yang menghibur, menginspirasi, dan konkret.

Jika tidak KTT G20 akan hanya menjadi teater seremonial dan tidak berbekas. Semoga itu tidak terwujud!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com