Tentu bukan hanya dilihat dari sisi komoditas nikel yang berlimpah di Indonesia, tapi juga dari sisi urgensi transisi ke energi terbarukan secara bertahap di Indonesia agar ketergantungan pada BBM Impor bisa dikurangi dan ketergantungan pada penggunaan energi kotor juga bisa dikurangi.
Pun investasi berupa public private patnership investment di sektor energi hijau sangat krusial, terutama jika dikaitkan dengan isu utama yang dibawa pada G20 kali ini.
Isu kesehatan, emisi karbon, energi terbarukan, dan transformasi digital, semuanya memerlukan kolaborasi pemerintah dan swasta, karena membutuhkan nominal investasi yang tidak sedikit.
Karena itu, pola-pola public private patnership investment ini perlu dibuat sampai mendetail, terutama untuk Indonesia, agar investor global bisa segera terlibat di Indonesia ataupun di tempat lain, tanpa harus menunggu lagi kesepakatan-kesepakatan multilateral selanjutnya.
Begitu juga dengan isu transformasi digital. Kolaborasi negara maju dan negara berkembang sangat dibutuhkan dalam mengawal proses digitalisasi di segala bidang, agar imbas positifnya bisa dinikmati oleh semua masyarakat dan pemerintahan, sementara imbas negatifnya bisa diminimalisasi.
Kendati demikian, masih ada isu krusial yang belum tercakup di dalamnya yang sifatnya juga cukup urgen dan strategis. Misalnya, soal upaya bersama dari semua anggota G20 dalam meminimalisasi ancaman resesi global.
Bagaimana fluktuasi harga komoditas global bisa dikendalikan, agar tidak terlalu menyakiti ekonomi negara-negara non produser komoditas global.
Kemudian, bagaimana efek perang suku bunga antarbank sentral bisa dinetralisasi secara kolektif, agar tidak menimbulkan gejolak ekonomi di negara berkembang.
Masalah perang suku bunga ini telah melemahkan mata uang banyak negara dan menyakiti daya beli masyarakat di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Lalu ada isu global supply chain di berbagai sektor strategis, seperti pangan, yang juga perlu disuarakan.
Tentu kita masih ingat beberapa bulan setelah perang Rusia-Ukraina dimulai Presiden Jokowi harus bertandang ke Ukraina dan Rusia untuk mengamankan pasokan gandum untuk Indonesia.
Jadi tak ada salahnya jika pada KTT G20 kali ini pemerintah memperjelas posisi semua anggota G20 terkait kepastian rantai pasok komoditas pokok, dalam keadaan apapun, agar ketegangan yang muncul kemudian hari tidak mempertaruhkan perut miliaran manusia di dunia.
Dan yang juga tak kalah penting, soal isu bagaimana G20 memfasilitasi agar tensi geopolitik antara Amerika Serikat dan China bisa dinetralisasi, agar tidak berimbas negatif pada perekonomian global.
KTT G20 kali ini semestinya bisa mengunci komitmen baik dari Amerika Serikat maupun dari China agar tidak mengeskalasi tatanan geopolitik global dan regional.
Indonesia selayaknya mengingatkan Amerika Serikat dan China bahwa kesehatan ekonomi global dan kohesi antar negara jauh lebih penting dibanding egoisme nasionalistik.