KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT ) G20 di Bali adalah momen langka sekaligus strategis bagi Indonesia. Langka karena tidak setiap presiden Indonesia memiliki peluang untuk menduduki posisi presidensi forum sekaliber KTT G20.
Dan strategis karena akan membuat Indonesia dipandang sebagai salah satu negara penting yang sejajar dengan negara-negara besar lainnya di satu sisi sekaligus akan membuka banyak peluang yang bisa dijajaki untuk kepentingan nasional Indonesia di sisi lain.
Karena itu, segala kesempatan dan potensi peluang yang bisa diraih di acara KTT G20 harus dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah.
Pemerintah tidak perlu terlalu terikat pada tiga isu utama yang telah ditetapkan, tapi justru bisa menyisir segala kemungkinan kesempatan yang bisa diraih untuk kemanfaatan nasional di satu sisi dan kebaikan dunia di sisi lain.
Sebagaimana diketahui, situasi dunia saat ini "tidak baik-baik" saja. Kondisi global, baik secara ekonomi maupun secara geopolitik, yang kian memanas, berpeluang mengirimkan imbas negatif ke ranah domestik nasional dan negara berkembang lainnya di luar keanggotaan G20.
Jadi KTT G20 kali ini tidak saja berpeluang membuka jalan-jalan solutif untuk isu-isu global, tapi juga menyisakan harapan besar bagi Indonesia sebagai tuan rumah.
Dengan kata lain, mata dunia sedang tertuju ke Indonesia saat ini. Inilah saat yang tepat bagi Indonesia untuk memperlihatkan pada dunia bahwa Indonesia adalah pemain global yang setara dengan negara-negara besar lainnya dan layak dilibatkan dalam setiap isu strategis global.
Untuk itu, Indonesia harus mengoptimalkan KTT G20 dari semua sisi, terutama secara geopolitik dan geoekonomi.
Pesan yang harus dikirimkan kepada dunia adalah bahwa Indonesia adalah negara yang harus diajak dalam isu strategis global apapun, tidak hanya di kawasan Asia Tenggara dan Asia, tapi juga dunia.
Untuk menggapai hal tersebut, pemerintah harus lebih fleksibel alias tidak terlalu terpaku pada tiga isu utama yang menjadi isu sentral dalam KTT G20 di Bali kali ini.
Tentu terkait dengan isu utama, saya kira, sudah cukup tepat dan kontekstual. Soal isu arsitektur kesehatan dunia, transformasi digital, dan ekonomi hijau (emisi karbon) memang masalah kontekstual yang sedang dihadapi dunia saat ini.
Namun karena lingkupnya sangat sektoral, saya kira imbasnya tentu hanya akan terasa pada sektor-sektor terkait.
Isu kesehatan terkait erat dengan sektor kesehatan secara komersial di satu sisi dan kesehatan sebagai barang publik di sisi lain di mana berbagai aturan main yang terkait dengan kesehatan publik akan berpengaruh pada aktifitas ekonomi.
Isu ini muncul karena pandemik yang melanda dunia selama dua tahun belakangan.
Sementara dari sisi isu energi terbarukan, saya kira, akan sangat produktif untuk membangun persepsi positif atas peluang investasi energi terbarukan di Indonesia.
Tentu bukan hanya dilihat dari sisi komoditas nikel yang berlimpah di Indonesia, tapi juga dari sisi urgensi transisi ke energi terbarukan secara bertahap di Indonesia agar ketergantungan pada BBM Impor bisa dikurangi dan ketergantungan pada penggunaan energi kotor juga bisa dikurangi.
Pun investasi berupa public private patnership investment di sektor energi hijau sangat krusial, terutama jika dikaitkan dengan isu utama yang dibawa pada G20 kali ini.
Isu kesehatan, emisi karbon, energi terbarukan, dan transformasi digital, semuanya memerlukan kolaborasi pemerintah dan swasta, karena membutuhkan nominal investasi yang tidak sedikit.
Karena itu, pola-pola public private patnership investment ini perlu dibuat sampai mendetail, terutama untuk Indonesia, agar investor global bisa segera terlibat di Indonesia ataupun di tempat lain, tanpa harus menunggu lagi kesepakatan-kesepakatan multilateral selanjutnya.
Begitu juga dengan isu transformasi digital. Kolaborasi negara maju dan negara berkembang sangat dibutuhkan dalam mengawal proses digitalisasi di segala bidang, agar imbas positifnya bisa dinikmati oleh semua masyarakat dan pemerintahan, sementara imbas negatifnya bisa diminimalisasi.
Kendati demikian, masih ada isu krusial yang belum tercakup di dalamnya yang sifatnya juga cukup urgen dan strategis. Misalnya, soal upaya bersama dari semua anggota G20 dalam meminimalisasi ancaman resesi global.
Bagaimana fluktuasi harga komoditas global bisa dikendalikan, agar tidak terlalu menyakiti ekonomi negara-negara non produser komoditas global.
Kemudian, bagaimana efek perang suku bunga antarbank sentral bisa dinetralisasi secara kolektif, agar tidak menimbulkan gejolak ekonomi di negara berkembang.
Masalah perang suku bunga ini telah melemahkan mata uang banyak negara dan menyakiti daya beli masyarakat di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Lalu ada isu global supply chain di berbagai sektor strategis, seperti pangan, yang juga perlu disuarakan.
Tentu kita masih ingat beberapa bulan setelah perang Rusia-Ukraina dimulai Presiden Jokowi harus bertandang ke Ukraina dan Rusia untuk mengamankan pasokan gandum untuk Indonesia.
Jadi tak ada salahnya jika pada KTT G20 kali ini pemerintah memperjelas posisi semua anggota G20 terkait kepastian rantai pasok komoditas pokok, dalam keadaan apapun, agar ketegangan yang muncul kemudian hari tidak mempertaruhkan perut miliaran manusia di dunia.
Dan yang juga tak kalah penting, soal isu bagaimana G20 memfasilitasi agar tensi geopolitik antara Amerika Serikat dan China bisa dinetralisasi, agar tidak berimbas negatif pada perekonomian global.
KTT G20 kali ini semestinya bisa mengunci komitmen baik dari Amerika Serikat maupun dari China agar tidak mengeskalasi tatanan geopolitik global dan regional.
Indonesia selayaknya mengingatkan Amerika Serikat dan China bahwa kesehatan ekonomi global dan kohesi antar negara jauh lebih penting dibanding egoisme nasionalistik.
Komitmen atas perdamaian dan segala jenis solusi damai dalam setiap persoalan yang muncul harus dikedepankan di Bali.
Apalagi biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk acara KTT G20 tidaklah sedikit, bahkan menimbulkan kritik dari beberapa pihak di ranah domestik.
Pemerintah harus menjadikan segala kritik tersebut sebagai bahan evaluasi atas target yang ingin dicapai Indonesia pada KTT 20. Anggaran besar tidak semestinya menghasilkan hal-hal kecil, tapi harus besar dan berimbas global tentunya.
Artinya, dengan modal besar, pemerintah semestinya menarget hal-hal yang produktif untuk kepentingan Indonesia dan memperkuat reputasi serta image positif Indonesia di tingkat dunia dengan mendorong lahirnya komitmen-komitmen positif dari semua anggota G20 yang akan bermanfaat untuk seluruh dunia, bukan hanya para anggota G20.
Pendeknya, KTT G20 kali ini semestinya menjadi momen bagi Indonesia untuk memperlihatkan bahwa Bali bisa melahirkan komitmen-komitmen penting berskala global yang tidak saja bermanfaat bagi negara-negara anggota, termasuk Indonesia, tapi juga bermanfaat bagi dunia alias negara lainnya di dunia.
Bahkan Indonesia semestinya menjadi representasi dari suara-suara negara lainnya di dunia yang bukan menjadi anggota G20. Semoga saja bisa diwujudkan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.