Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bambang Pacul Marahi LSM, Formappi: Memunculkan Kesan Arogan

Kompas.com - 15/11/2022, 14:15 WIB
Tatang Guritno,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, sikap Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul arogan karena memarahi perwakilan Pusat Studi Hukum dan Kajian Indonesia (PSHK) Anthony Putra yang mempertanyakan usulan masyarakat sipil soal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

“Respons Ketua Komisi III kemarin memang memunculkan kesan arogan. Bahkan ketika perwakilan LSM sudah dengan segala kesantunan menjelaskan poin yang ia sampaikan, Ketua Komisi III tetap merasa seolah-olah dituntut, sehingga intonasi bicaranya meninggi,” papar Lucius pada Kompas.com, Selasa (15/11/2022).

Baca juga: Kala Ketua Komisi III DPR Marahi LSM Saat Dengar Masukan terkait RKUHP...

Padahal, menurut dia, pertanyaan Anthony soal sejauh mana masukan publik diakomodasi dalam pembentukan undang-undang merupakan hal yang penting.

Sebab, kata Lucius, DPR kerap melibatkan aspirasi masyarakat dalam pengusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) hanya sebagai formalitas belaka.

“Biar DPR dianggap partisipasif, maka ruang partisipasi itu dibuka walau mereka sudah tahu bahwa masukan-masukan publik itu enggak penting-penting banget,” ucap dia.

Ia berpendapat, gugatan Koalisi Masyarakat Sipil soal sejauh mana masukam mereka diakomodasi mesti dijelaskan oleh DPR.

Sebab, Lucius menganggap tak banyak perubahan signifikan dalam RKUHP yang diklaim telah mengakomodasi masukan publik itu.

Dengan demikian, ia menilai wajar Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan hal tersebut karena masukan-masukan publik tentang RKUHP semestinya disampaikan melalui DPR sebagai wakil rakyat.

“Logika itu yang nampaknya tak cukup dipahami oleh DPR dalam rapat dengar pendapat dengan LSM kemarin,” ujar dia.

“Seolah-olah pertanyaan terkait hal-hal diluar substansi pasal tidak relevan sehingga memunculkan kemarahan. Seharusnya sebagai wakil rakyat, DPR harus mendengarkan aspirasi terlebih dahulu, dan tak perlu reaktif memberikan penilaian,” kata dia.

Baca juga: Beragam Alasan Pemerintah Tolak Buka Draf Terbaru RUU KUHP

Kemarahan Pacul dipicu pertanyaan Anthony yang meminta penjelasan setelah mendapatkan masukan, apa langkah nyata Komisi III terhadap RKUHP.

Anthony ingin DPR memberikan penjelasan jika usulan masyarakat sipil itu ditolak.

Namun, Pacul menyampaikan DPR tak punya kewajiban memberikan penjelasan.

Perdebatan kian berlanjut dan Pacul pun mulai menggunakan intonasi tinggi dalam memberikan tanggapan.

Ia merasa Koalisi Masyarakat Sipil tak hanya memberi masukan tetapi juga menuntut DPR untuk bersikap sesuai keinginannya.

“Waduh. Stop, stop, stop. Anda pelajari dulu mekanisme yang ada di DPR. Anda ini seolah-olah menuntut kami. Anda enggak punya hak," kata Pacul emosi.

"Jangan-jangan anda pun ketika pemilu enggak nyoblos. Kemudian menuntut, ngaco saja kamu. Enggak boleh. Ini sudah kebaikan DPR mendengarkan dikau. Stop, stop," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com