Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Rawannya Perbatasan Negara

Kompas.com - 31/10/2022, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 5 September 1972 teroris Black September menerobos masuk kawasan tempat tinggal atlet Israel di Olimpiade Musim Panas di Munich, Jerman. Sebelas atlet Israel tewas.

Tanggal 26 September 1972, merespon tragedi itu, Polisi Federal Jerman membentuk pasukan elite, unit taktis operasi khusus anti terror Greenzschutzgruppe-9 atau Penjaga Perbatasan Grup 9. Ini adalah sebuah contoh dari betapa rawannya wilayah perbatasan sebuah negara bila tidak diawasi dengan ketat.

Jauh sebelumnya, ratusan tahun sebelum Masehi sudah ada tembok China atau The Great Wall yang terkenal itu. Tembok yang dibangun sepanjang perbatasan untuk mencegah masuknya suku nomaden yang sering menyerang China ketika itu. Sebuah format dari ketatnya pengawasan perbatasan diperlukan untuk melindungi keamanan nasional.

Baca juga: Ke Natuna, Mahfud Tegaskan Perbatasan Negara Harus Diamankan

Berikutnya kita mengenal pula Tembok Berlin yang berfungsi sepanjang era perang dingin untuk memisahkan kawasan perbatasan kritis di daerah penuh ancaman antara blok Barat dengan Blok Timur. Tembok perbatasan bagi upaya menjaga national security.

Pada saat perang dingin muncul SDI (Strategic Defense Inisiative) di era Presiden Ronald Reagan. SDI tersebut berupa “pagar imajiner” di daerah perbatasan kritis untuk membentengi negara-negara Blok Barat terhadap kemungkinan serangan peluru kendali antar benua ICBM (Intercontinental Balistic Missile) dari Blok Timur.

Kesemua itu adalah contoh dari bagaimana konsep pagar di sepanjang daerah perbatasan terutama wilayah yang kritis telah menjadi prioritas atau bagian utama dari satu sistem pertahanan negara.

Lalu lalang orang bepergian antar negara telah membuat pelabuhan laut dan pelabuhan udara antar bangsa serta perbatasan darat sebuah negara harus diawasi ketat.

Itu sebabnya dilakukan pemeriksaan paspor oleh pihak imigrasi untuk memastikan bahwa orang-orang yang masuk ke sebuah negara adalah orang yang jelas identitasnya dan jelas kepentingannya.

Di banyak negara maju, antara lain di Australia, institusi imigrasi dijalankan oleh Department of Immigration and Border Protection atau Departemen Imigrasi dan Penjaga Perbatasan. Sekali lagi wilayah perbatasan negara adalah kawasan yang harus berada dalam pengawasan yang ketat. Dalam hal ini terutama sekali daerah perbatasan yang kritis atau rawan.

Selat Malaka paling rawan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dan mengandung kekayaan alam yang luar biasa, pasti menjadi incaran banyak negara untuk dapat menikmati kandungan kekayaan alamnya, baik secara legal maupun illegal.

Indonesia memang rawan diintervensi oleh kepentingan banyak negara. Itu sebabnya, wilayah perbatasan negara Indonesia menjadi sangat rawan. Salah satu wilayah perbatasan yang sangat amat rawan adalah kawasan Selat Malaka.

Selat Malaka merupakan jalur perdagangan paling padat di dunia, karena merupakan rute utama jalur lalu lintas manusia yang bepergian dan perdagangan barang dari wilayah India ke Timur Tengah dengan Asia Timur ke Pasifik dan sebaliknya. Ratusan ribu kapal melintas setiap tahunnya. Belum lagi aneka penyelundupan dan pencurian kekayaan laut Indonesia yang terjadi sepanjang waktu.

Baca juga: Curi Ikan di Selat Malaka, Nakhoda Kapal Asal Taiwan Didenda Rp 100 Juta

Itu sebab kawasan Selat Malaka sebagai wilayah perbatasan kritis dan rawan dipastikan memerlukan sistem pengawasan perbatasan yang super ketat.

Pengawasan super ketat baik di perairan dan terlebih lebih dari dan di udara. Dapat dibayangkan betapa fatalnya bila wilayah udara di wilayah perbatasan yang sangat amat rawan itu di delegasikan pengelolaannya kepada otoritas penerbangan negara lain.

Alasan tentang demi menjaga International Aviation Safety, sangat tidak masuk akal, karena terbukti pada tragedi kejadian 9/11 tahun 2001 di Amerika Serikat (AS).

Tanggal 11 September tahun 2001 sebuah pesawat American Airlines Boeing 767 yang memuat 20.000 galon bahan bakar jet menabrak North Tower Gedung World Trade Center di New York City pada pukul 08.45 pagi. Berikutnya, lebih kurang 18 menit kemudian Boeing 767 United Airlines 175 menghantam South Tower pada Gedung yang sama.

Tidak berselang lama Pesawat American Airlines Flight 77 menerabas sisi Gedung Pentagon, Markas Besar Angkatan Perang Amerika Serikat. Diikuti kemudian dengan pesawat ke empat United Airlines 193 yang jatuh di dekat Pennsylvania, yang konon heading-nya menuju sasaran strategis Gedung Putih.

Hampir 3.000 orang berasal dari 78 kewarganegaraan tewas di pagi hari itu menjadi korban serangan teroris yang menggunakan pesawat terbang sipil komersial rute domestik. Teroris yang menyerang AS menggunakan pesawat sipil telah menempatkan jaringan penerbangan sipil komersial dalam negeri sebagai “global potential threat”.

Betapa tidak, kerugian yang diderita mencapai miliaran dolar AS dan ribuan nyawa melayang seketika. Penerbangan sipil komersial rute dalam negeri terpaksa diberlakukan dan dicatat khusus sebagai salah satu potensi ancaman serius terhadap Keamanan Nasional AS.

Itulah sebuah contoh dari betapa perhatian besar yang diberikan “hanya” pada aspek Aviation Safety ternyata telah membuat celah kelengahan dari aspek national security. Maka terjadilah tragedi yang menelan ribuan korban nyawa manusia dan miliaran dolar. Sebuah tragedi yang merupakan pukulan telak terhadap harkat dan martabat bangsa AS.

Itu semua menjelaskan kepada kita tentang betapa rawan wilayah udara, terutama pada kawasan perbatasan kritis yang harus benar-benar berada dalam pengawasan yang super ketat dalam kerangka menjaga keamanan nasional.

Sangat riskan dan fatal taruhannya, bila wilayah udara kedaulatan sebuah negara terutama pada kawasan perbatasan didelegasikan pengelolaannya kepada pihak asing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com