Sebenarnya, kata Mia Bloom (2017) dan Lora Vonderhaar (2021), keterlibatan langsung perempuan dalam terorisme, memiliki sejarah panjang, lebih dari 100 tahun.
Selama 50 tahun terakhir, perempuan berpartisipasi dalam kelompok teroris di semua tingkatan, mulai dari penggalangan dana, perekrutan, hingga menjadi pelaku bom bunuh diri.
Perempuan yang dicatat sebagai teroris pertama adalah Vera Zasulich (1878). Zasulich, anggota kelompok anarkis Russia Narodnaya Volya. Ia diadili atas percobaan pembunuhan Gubernur Trepov di St Petersburg. Tetapi, tidak terbukti.
Sekitar 30 persen anggota organisasi teroris adalah perempuan dan sepertiga pengebom bunuh diri adalah perempuan. Tetapi, di Negeria sekitar 53 persen anggota kelompok Boko Haram adalah perempuan. Boko Haram menjadi terkenal pada April 2014 ketika menculik 270 siswi di Chibok.
Baca juga: Profil Abubakar Shekau, Pemimpin Boko Haram yang Kejam dengan Ideologi Menyimpang
Di Jerman Barat pada akhir 1960-an dan sepanjang 1970-an, muncul nama Ulrike Meinhof, seorang wartawan berhaluan kiri, yang ikut mendirikan -bahkan disebut ideolog- geng Baader-Meinhof (Faksi Tentara Merah). Fraksi ini adalah sebuah organisasi pro-sosialis yang menggunakan kekerasan untuk mendukung gerakan pembebasan dunia.
Menurut Deutsche Welle (1977), di Jerman Barat juga ada organisasi gerilya urban feminis kiri radikal (1974-1995) yakni Rote Zora (Zora Merah). Mereka ini disebut bertanggung jawab atas 45 kasus pembakaran dan pengeboman dari tahun 1977 hingga 1988 (Deutsche Welle, 2007).
Kelompok ini memrotes undang-undang aborsi Jerman; mengebom toko-toko seks, perusahaan multinasional; dan menentang rekayasa genetika pornografi, dan objektifikasi perempuan.
Di Spanyol malah, sejak ETA didirikan tahun 1959, perempuan sudah terlibat. ETA, Euskadi Ta Askatasuna (Negara Basque dan Kebebasan) adalah organisasi teroris separatis dan nasionalis Basque bersenjata.
"Negara" Basque terletak di Spanyol utara dan Perancis barat daya.
Sebanyak 17 persen anggota ETA adalah perempuan. Bahkan, koran The Telegraph (21 Oktober 2009) memberitakan ETA dipimpin seorang perempuan, Iratxe Sorzabal Diaz.
Tahun 1980-an, Hezbollah (di Lebanon) dan Macan Tamil (di Sri Lanka) mulai merekrut, mempersenjatai, dan menjadikan para perempuan sebagai pengebom bunuh diri.
Pada Januari 2002, Wafa Idris menjadi perempuan pertama Palestina yang menjadi pengebom bunuh diri. Perempuan berusia 27 tahun itu, mengikatkan bahan peledak seberat 10 kilogram. Lalu, meledakkan diri di tengah kepadatan jalan di Jerusalem. Dua orang Israel, tewas.
Aksi bunuh diri Wafa Idris itu diikuti sembilan perempuan pengebom bunuh di Palestina. Mereka semua tewas. Sementara lusinan lainnya gagal menjadi pengebom bunuh diri.
Tindakan nekat Wafa Idris itu mengejutkan banyak pihak. Ini adalah fenomena sosial yang membuat Israel dan Barat, tak bisa paham. Mereka mengartikan aksi bom bunuh diri perempuan itu sebagai pertanda akan meningkatnya konflik.
Setelah aksi perempuan Palestina, Wafa Idris, Hamas tak mau kalah. Pada 2004, menurut The Guardian 26 Januari 2004, Hamas menugaskan seorang ibu muda menjadi pengebom bunuh diri.