Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Salamun, M.Pd.I
Dosen di STIT Pringsewu

Dosen tetap di STIT Pringsewu Lampung, Alumni program Doktor UIN Raden Intan Lampung

Berebut Jadi Tuhan

Kompas.com - 27/10/2022, 10:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERBEDAAN adalah sebuah keniscayaan. "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (Al-Quran)."

Setiap anak manusia yang lahir ke muka bumi adalah unik. Keunikan tersebut kemudian melahirkan apa yang kemudian disebut sebagai identitas.

Kita tidak pernah mengajukan penawaran kepada Tuhan untuk terlahir dari suku bangsa manapun, bahkan juga dari seorang ibu yang mana.

Mengenal orang dan suku bangsa lainnya tidak saja hanya sebatas nama dan adat budayanya, namun lebih dari itu ialah dapat memahami esensi dari perbedaan tersebut, yaitu kesadaran pluralitas.

Kesadaran pluralitas inilah yang kemudian para pemuda mengidentifikasi diri sebagai Jong Java, Jong Soematra, Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Batak Bond, Jong Celebes, Pemoeda Kaum Betawi, dan Perhimpoenan Peladjar Indonesia membuat kesepakatan melalui penyatuan visi dengan satu komitmen yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Dalam Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928, para pemuda berkomitmen bahwa Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku bertumpah darah yang satu Tanah Indonesia, Berbangsa yang satu Bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia (Suryanegara, 2017).

Maka hendaknya kita juga belajar meneguhkan semangat mereka dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara dalam konteks kekinian dan selamanya.

Mengapa semangat para pemuda 1928 tersebut menjadi penting untuk terus kita pupuk dan tumbuh suburkan?

Tentu tidak terlepas dari pertimbangan geografis-kosmologis dan sosio-antropologis sekaligus.

Indonesia menjadi negara demokrasi paling plural dengan potensi “perbedaan” terbesar di muka bumi, terdiri dari 1.340 suku dan lebih dari 1.158 bahasa daerah (Suharto, 2019), yang tersebar di hampir semua pulau yang berjumlah tidak kurang dari 17.508 (Suari dkk., 2017).

Potensi perbedaan tersebut menjadi karunia tersendiri sekaligus menjadi potensi konflik yang membahayakan ketika kita sebagai bangsa keliru mengelolanya.

Dalam banyak konteks kehidupan sosial apakah dalam masyarakat organisasi atau dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, menyisakan berbagai catatan penting untuk menjadi bahan renungan kita sebagai sebuah negara bangsa yang majemuk.

Entah mengapa saat ini kehidupan bermasyarakat dan berbangsa kita seperti sangat terkotak-kotak. Perbedaan suku dan lingkungan tempat tinggal bahkan lembaga pendidikan sekalipun sering menjadi sekat-sekat kehidupan bermasyarakat yang kemudian memicu terjadinya konflik yang dalam banyak kasus menimbulkan korban jiwa.

Perbedaan pandangan dan sikap seolah-olah menjadi sesuatu yang haram. Kita sering dipaksa menjadi seseorang yang tidak boleh berbeda.

Padahal ketika kita berada dalam ruang publik atau berada dalam alam demokrasi, perbedaan adalah sebuah keniscayaan dan ianya menjadi ruh demokrasi itu sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com