JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan telah menyerahkan laporannya kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin, Jumat (14/10/2022).
Salah satu temuan TGIPF yang disorot publik adalah kesimpulan bahwa jatuhnya korban tragedi Kanjuruhan disebabkan oleh tembakan gas air mata. Adapun dalam peristiwa ini memakan 132 korban jiwa.
"Yang mati dan cacat serta sekarang kritis, dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang ditembakkan, itu penyebabnya," kata Ketua TGIPF Mahfud MD dalam keterangan pers, Jumat kemarin.
Baca juga: Rekomendasi TGIPF: Ketum PSSI dan Jajaran Exco Sepatutnya Mundur
Mahfud mengatakan, tingkat keberbahayaan atau kandungan racun pada gas air mata itu sedang diperiksa oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Namun demikian, ia menegaskan, apa pun hasil pemeriksaan BRIN kelak, tidak akan mengubah kesimpulan TGIPF bahwa kematian massal itu disebabkan oleh gas air mata.
Mahfud menyebutkan, proses jatuhnya korban jauh lebih mengerikan dibandingkan video-video yang sudah beredar selama ini. Sebab, TGIPF merekonstruksi rekaman dari 32 kamera CCTV yang dimiliki aparat.
"Itu lebih mengerikan dari sekadar semprot mati, semprot mati. Ada yang saling gandengan untuk keluar bersama, satu bisa keluar, satu tertinggal, yang di luar balik lagi untuk nolong temannya, terinjak-injak, mati," kata Mahfud.
"Ada juga yang memberikan bantuan pernapasan karena satunya sudah tidak bisa bernapas, membantu, kena semprot juga, mati, lebih mengerikan dari yang beredar karena ini ada di CCTV," ujarnya lagi.
Baca juga: Kesimpulan TGIPF Kanjuruhan: Aremania Keluarkan Ucapan Provokatif dan Melawan Petugas
TGIPF pun merekomendasikan agar Polri melanjutkan penyelidikan atas tragedi Kanjuruhan.
Mahfud mengeklaim, TGIPF mengantongi banyak temuan yang bisa didalami oleh Polri dalam upaya penegakan hukum.
Menurut Mahfud, TGIPF juga menemukan bahwa masih ada orang-orang yang mesti dimintai pertanggungjawaban secara pidana atas tragedi tersebut.
"Tadi digarisbawahi oleh Bapak Presiden, Polri supaya meneruskan penyelidikan tindak pidana terhadap orang-orang lain yang juga diduga kuat terlibat dan harus ikut bertanggung jawab secara pidana di dalam kasus ini," kata Mahfud.
Dalam laporannya, TGIPF juga menyatakan bahwa pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mesti bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan.
Mahfud mengatakan, berdasarkan hasil investigasi, TGIPF mendapati bahwa semua pemangku kepentingan berlindung di balik aturan maupun kontrak yang sah secara formal.
"Ternyata juga dari hasil pemeriksaan kami, semua stakeholder saling menghindar dari tanggung jawab. Semua berlindung di bawah aturan-aturan dan kontrak-kontrak yang secara formal sah," kata Mahfud.