Aparat juga seolah tidak cukup paham bahwa sifat gas adalah sangat mudah mengalir ke segala penjuru, termasuk ke arah anak-anak itu.
Sehingga, penggunaan gas air mata, apalagi ketika dilakukan di luar ketentuan, ternyata berdampak sangat buruk ke para penonton cilik.
Akibatnya, perhelatan yang sejatinya positif itu berubah seketika menjadi destruktif bagi banyak pihak, tak terkecuali juga bagi puluhan anak-anak.
Pihak pengelola stadion pun memiliki "panggilan" yang sama. Bahwa, seiring meningginya animo para belia datang langsung ke stadion untuk menyaksikan pertandingan sepak bola, stadion harusnya dibangun secara lebih baik lagi, sehingga juga benar-benar layak anak dan patut dikunjungi oleh pengunjung anak-anak.
Pada titik itu, pengelola stadion dan klub-klub sepak bola di Tanah Air patut berguru pada klub Manchester City (Mancity).
Mancity bahkan sampai mengeluarkan selebaran yang dikhususkan bagi penonton dewasa yang mengajak putra-putri mereka berusia kanak-kanak.
Mancity mempersilakan siapa pun bisa datang ke stadion. Namun Mancity juga mengingatkan bahwa orang dewasa harus mempertimbangkan masak-masak kesiapan mereka dan anak-anak mereka sebelum berangkat ke lapangan laga.
Mancity juga berpesan bahwa orang dewasa patut bertanggung jawab penuh atas keikutsertaan anak-anak bersama mereka.
Berikutnya, Mancity menguraikan pokok-pokok penting terkait beberapa hal. Yakni, cuaca, kebisingan, efek benturan bola, gelang khusus bagi penonton cilik, anak hilang atau tersesat, situasi darurat, dan keharusan penonton dewasa untuk selalu mendahulukan kebutuhan anak-anak yang mereka bawa.
Selama berlangsungnya pertandingan, Mancity juga menyediakan petugas-petugas khusus untuk menerima pengaduan atau pun keluhan tentang anak-anak di stadion.
Sayang beribu sayang, "injury time"--dalam makna denotatif–di Stadion Kanjuruhan justru dimulai seiring pluit akhir pertandingan Arema versus Surabaya.
Peristiwa menyedihkan sekaligus menggeramkan itu mencederai Visi FIFA 2020-2023, yakni menjadikan sepak bola sebagai olahraga yang benar-benar mengglobal.
Visi tersebut merefleksikan komitmen FIFA untuk menjadikan sepak bola sebagai olah raga yang aman sekaligus bentuk dukungan terhadap hak asasi manusia.
Dan anak-anak merupakan salah satu kelompok masyarakat yang diistimewakan oleh FIFA, dibuktikan dengan dikeluarkannya safeguarding khusus guna melindungi para warga cilik itu.
Pada akhirnya, terkenang ucapan Presiden FIFA suatu ketika. Ujarnya, jutaan anak di seluruh penjuru dunia terlibat dalam sepak bola.
Ada satu kesamaan di antara mereka: hak anak untuk menikmati sepak bola di lingkungan yang aman dalam naungan budaya yang saling memahami dan menghargai.
Tragedi Stadion Kanjuruhan, yang menjatuhkan korban ratusan jiwa dan belasan anak-anak, adalah bukti yang tak dapat diingkari.
Bahwa, masih panjang dan terjal jalan yang harus kita tempuh bersama untuk menjelmakan perkataan Presiden FIFA itu sebagai kenyataan di Tanah Air kita. Tanah Air para pegila bola! Tanah Air bagi jutaan talenta muda sepak bola!
Gas air mata sudah pupus. Namun air mata masih terus tertumpah. Kita menanti jawaban dan tanggung jawab atas itu semua. Semoga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.