Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Seto Mulyadi
Ketua Umum LPAI

Ketua Umum LPAI; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma; Mantan Anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Kemenkumham RI

Menyambut Anak-anak di Lapangan Hijau

Kompas.com - 06/10/2022, 16:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA satu sisi, situasi keramaian sering dianggap sebagai situasi yang tidak begitu aman bagi anak. Namun saya tidak serta-merta sependapat dengan anggapan itu.

Meski bagaimana pun, anak-anak tetap memerlukan pengenalan dan stimulasi terkait lingkungan yang beragam. Termasuk situasi pertandingan sepak bola.

Stadion olahraga faktanya sudah menjadi ruang pendidikan bagi anak. Di stadion anak-anak belajar tentang hobi, kesungguhan, kerjasama, semangat berprestasi, sportivitas, fair game, kreativitas dan hal-hal lainnya terkait olahraga.

Mereka juga berkesempatan belajar tentang kehidupan: berinteraksi dengan orang yang semula tak dikenal, kegiatan outdoor bersama ayah bunda, proses pembangunan jati diri melalui aktivitas menemukan idola, dan keasyikan-keasyikan lainnya.

Klub ternama seperti West Ham United bahkan mengenakan tarif ratusan euro bagi anak-anak yang ingin menginjak lapangan rumput sambil bergandengan tangan dengan pesepakbola favorit mereka sesaat sebelum peluit ditiup.

Manajemen klub Chelsea juga memiliki daftar tunggu yang sangat panjang bagi para bocah yang ingin merasakan keseruan memasuki lapangan hijau bersama jago-jago sepakbola di tengah gemuruh ribuan penonton fanatik.

Jangankan anak-anak; saya saja yang sudah beranak cucu ini masih memimpikan dapat menjadi escort atau maskot bagi pemain sekaliber Messi, Ronaldo, Salah, dan Bima Sakti! Tidak sebatas sebagai penonton, tentunya.

Begitu dahsyatnya sepak bola, sekian banyak negara maju bahkan menyelenggarakan liga khusus bagi anak-anak.

Dapat dibayangkan keseriusan negara-negara itu melakukan pembinaan bakat-bakat belia. Dengan tempaan istimewa, manusia ajaib berjulukan El Pelusa cilik pun kemudian tumbuh menjadi seorang Maradona yang kharismatik.

Alhasil, sudah menjadi kesadaran global bahwa stadion olah raga–khususnya stadion sepak bola– sudah merupakan lingkungan yang siap menyambut anak-anak dengan penuh sukacita dan rasa tanggung jawab.

Sepak bola, dengan kata lain, adalah bahasa universal dengan sejuta aksen yang layak dinikmati oleh setiap usia.

Kesadaran akan hal itu pula yang sepatutnya juga diperagakan oleh otoritas keamanan. Tindakan mereka, dalam situasi seperti apa pun di lingkungan stadion, selayaknya selalu dilakukan secara terukur.

Termasuk terukur dengan pemaknaan bahwa ada anak-anak di lingkungan yang sama yang dapat saja terkena dampak dari perbuatan yang dilakukan aparat keamanan, terlebih dalam situasi krisis sebagaimana yang berlangsung pasca laga Arema versus Persebaya.

Kesadaran semacam itu yang, saya khawatirkan, luput (dan perlu diinvestigasi) pada malam kejadian di Stadion Kanjuruhan.

Aparat seolah tidak tahu atau tidak ingat bahwa di tribun juga terdapat sekian banyak penikmat bola usia anak-anak.

Aparat juga seolah tidak cukup paham bahwa sifat gas adalah sangat mudah mengalir ke segala penjuru, termasuk ke arah anak-anak itu.

Sehingga, penggunaan gas air mata, apalagi ketika dilakukan di luar ketentuan, ternyata berdampak sangat buruk ke para penonton cilik.

Akibatnya, perhelatan yang sejatinya positif itu berubah seketika menjadi destruktif bagi banyak pihak, tak terkecuali juga bagi puluhan anak-anak.

Pihak pengelola stadion pun memiliki "panggilan" yang sama. Bahwa, seiring meningginya animo para belia datang langsung ke stadion untuk menyaksikan pertandingan sepak bola, stadion harusnya dibangun secara lebih baik lagi, sehingga juga benar-benar layak anak dan patut dikunjungi oleh pengunjung anak-anak.

Pada titik itu, pengelola stadion dan klub-klub sepak bola di Tanah Air patut berguru pada klub Manchester City (Mancity).

Mancity bahkan sampai mengeluarkan selebaran yang dikhususkan bagi penonton dewasa yang mengajak putra-putri mereka berusia kanak-kanak.

Mancity mempersilakan siapa pun bisa datang ke stadion. Namun Mancity juga mengingatkan bahwa orang dewasa harus mempertimbangkan masak-masak kesiapan mereka dan anak-anak mereka sebelum berangkat ke lapangan laga.

Mancity juga berpesan bahwa orang dewasa patut bertanggung jawab penuh atas keikutsertaan anak-anak bersama mereka.

Berikutnya, Mancity menguraikan pokok-pokok penting terkait beberapa hal. Yakni, cuaca, kebisingan, efek benturan bola, gelang khusus bagi penonton cilik, anak hilang atau tersesat, situasi darurat, dan keharusan penonton dewasa untuk selalu mendahulukan kebutuhan anak-anak yang mereka bawa.

Selama berlangsungnya pertandingan, Mancity juga menyediakan petugas-petugas khusus untuk menerima pengaduan atau pun keluhan tentang anak-anak di stadion.

"Injury Time"

Sayang beribu sayang, "injury time"--dalam makna denotatif–di Stadion Kanjuruhan justru dimulai seiring pluit akhir pertandingan Arema versus Surabaya.

Peristiwa menyedihkan sekaligus menggeramkan itu mencederai Visi FIFA 2020-2023, yakni menjadikan sepak bola sebagai olahraga yang benar-benar mengglobal.

Visi tersebut merefleksikan komitmen FIFA untuk menjadikan sepak bola sebagai olah raga yang aman sekaligus bentuk dukungan terhadap hak asasi manusia.

Dan anak-anak merupakan salah satu kelompok masyarakat yang diistimewakan oleh FIFA, dibuktikan dengan dikeluarkannya safeguarding khusus guna melindungi para warga cilik itu.

Pada akhirnya, terkenang ucapan Presiden FIFA suatu ketika. Ujarnya, jutaan anak di seluruh penjuru dunia terlibat dalam sepak bola.

Ada satu kesamaan di antara mereka: hak anak untuk menikmati sepak bola di lingkungan yang aman dalam naungan budaya yang saling memahami dan menghargai.

Tragedi Stadion Kanjuruhan, yang menjatuhkan korban ratusan jiwa dan belasan anak-anak, adalah bukti yang tak dapat diingkari.

Bahwa, masih panjang dan terjal jalan yang harus kita tempuh bersama untuk menjelmakan perkataan Presiden FIFA itu sebagai kenyataan di Tanah Air kita. Tanah Air para pegila bola! Tanah Air bagi jutaan talenta muda sepak bola!

Gas air mata sudah pupus. Namun air mata masih terus tertumpah. Kita menanti jawaban dan tanggung jawab atas itu semua. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com