Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Richard Toulwala
Dosen

Akademisi

Apa yang Salah dari Idiom "Sambo"?

Kompas.com - 04/10/2022, 11:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mengapa kita tidak memahami lebih cerdas bahwa teriakan itu lebih kepada rambu-rambu moral agar tidak terjadi lagi kasus seperti Ferdy Sambo? Idiom Sambo adalah imperatif moral masyarakat sebagai bukti kecintaan terhadap kepolisian.

Lantas, apa yang salah dari idiom itu? Kata ‘Sambo’ tidak salah, yang salah adalah defisit pemahaman kita sesuai dengan karakter kita yang mencerminkan karakter bangsa.

Bangsa ini adalah bangsa yang mudah tersinggung ketika kata dan bahasa yang menyeruak di ruang publik diterjemahkan untuk kepentingan sendiri. Bangsa ini mudah menghakimi dan membunuh karena kata dan bahasa.

Benar yang dikatakan Hannah Arendt, seorang filsuf perempuan dari Yahudi bahwa kejahatan yang banal lebih sering terjadi bukan karena moral yang terdekandensi.

Banalitas kejahatan lebih sering terjadi karena kesalahan dan kedangkalan berpikir. Problem epistemologi yang berhubungan dengan ketidakmampuan manusia berpikir jernih dan sehat berpotensi melahirkan brutalitas dan perilaku barbar.

Menjaga polisi merawat demokrasi

Menurut J. Skolnick (1996), ada dua unsur yang memengaruhi tugas polisi, yaitu unsur bahaya dan unsur kewenangan.

Unsur bahaya mendorong polisi untuk selalu curiga dan unsur kewenangan dapat berubah menjadi sewenang-wenang.

Kecurigaan begitu dekat dengan polisi karena pengalaman kejahatan dan bahaya selalu terjadi pada waktu yang tidak dapat dipastikan.

Kecurigaan terhadap bahaya atau pelanggaran hukum mendorong polisi untuk sewaktu-waktu dapat berbuat sewenang-wenang.

Pengamatan Skolnick yang adalah orang Amerika ini cukup akurat karena dapat berlaku di kepolisian mana pun.

Hari ini terjadi pada aparat kepolisian di tanah air, khususnya di NTT, yang suka mencurigai masyarakat dan akhirnya berbuat sewenang-wenang.

Beberapa kasus anarkis yang telah diuraikan di atas telah membuktikan bahwa ada oknum polisi yang terperangkap dalam dua unsur tersebut.

Oleh karena itu, mari kita merumuskan formula yang tepat untuk menjaga marwah kepolisian kita sekaligus merawat demokrasi yang ‘sakit’.

Merujuk pada pengamatan Skolnick dan fakta yang terjadi, maka menurut saya, kewaspadaan dan dan kemampuan berdialog adalah kuncinya.

Cara menjauhkan diri dari kecurigaan adalah waspada bila bahaya mengancam, bukan mencurigai dan kemudian menginterogasi dan sewenang-wenang.

Tanpa kemampuan berdialog, dialektika pemahaman tidak dapat dibangun. Untuk itu alat kekuasaan ini perlu dibimbing untuk memahami dialog, demokrasi, dan HAM.

Dialog membuka ruang untuk men-share pemahaman agar tidak terjadi tuding menuding.

Kasus Ferdy Sambo cukup menjadi tamparan keras untuk polisi kita. Seharusnya kasus besar ini menjadi alat yang ‘menobatkan’ aparat kepolisian.

Bila ini adalah waktu yang tepat untuk ‘bertobat’, maka saban hari Polri harus mampu menampilkan diri sebagai penegak hukum dan pelindung rakyat yang selalu waspada akan setiap kejadian, tak menampakkan sifat curiga, dan selalu tahu tugas dan kewenangannya tanpa sewenang-wenang.

Irjen Pol (Purn) Anton Tabah pernah mengutip Walter Hartinger, seorang ahli kepolisian Amerika Serikat, apabila kita mau melihat citra polisi, kita pun dapat melihat bagaimana kondisi masyarakat yang bersangkutan pada waktu yang sama.

Polisi hanya bagaikan cermin yang memantulkan wajah-wajah masyarakatnya. Jadi, seandainya marwah dan citra buruk polisi tercipta boleh jadi begitu pula kondisi masyarakatnya ketika itu.

Terhadap hal itu semua, jargon Bapak Presiden Indonesia Joko Widodo harus tetap berkumandang, tidak hanya bersarang pada perilaku, polisi tetapi juga pada perilaku masyarakat.

Tugas kita bersama adalah memastikan ruang publik dimanfaatkan sebagai medium demokrasi dan menolak tegas tindakan represif kekuasaan kepada masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com