Sementara LIB tetap “ngotot” pertandingan tetap dilakukan malam hari, karena terikat kontrak dengan Indosiar selaku stasiun televisi yang menyiarkan pertandingan.
Slot siaran pertandingan malam hari memang paling menjadi favorit pemasang iklan karena potensi penonton yang cukup besar mengingat perbedaan zonasi waktu di tanah air.
Janggalnya, begitu rekomendasi dari panitia pelaksana di Malang diacuhkan LIB tetap juga “membuka” penjualan tiket hingga melebihi daya tampung Stadion Kanjuruhan.
Kanjuruhan yang bisa menampung 38.000 penonton, tiket yang dilepas panitia mencapai 42.000 penonton. Bahkan banyak suporter Arema harus menonton pertandingan dengan berdiri.
Akibatnya bisa ditebak, begitu ada kejadian chaos di lapangan, maka stadion tidak mampu menyediakan akses emergency untuk keluar dari stadion.
Sementara dari pihak keamanan, harusnya potensi kerusuhan di setiap derby Jawa Timur mudah diantisipasi.
Jika rekomendasi keamanan kepada LIB diacuhkan, semestinya izin gelaran pertandingan tidak diberikan.
Kalaupun pertandingan tetap diadakan, pelapisan dan penebalan jumlah personel pengaman pertandingan harus diperhitungkan dengan cermat.
Kefatalan yang dilakukan aparat pengamanan pertandingan derby Jawa Timur itu adalah penggunaan gas air mata yang membuat penonton menjadi semakin ricuh.
Aksi anarkis yang dilakukan pendukung Arema rupanya “dibalas” pula dengan aksi lontaran gas air mata.
Tentu imbasnya kepada penonton yang tidak terlibat dengan aksi rusuh karena membuat mereka kebingungan dan ingin segera keluar dari stadion.
Mirisnya lagi, akses-akses keluar stadion di Kanjuruhan begitu sedikit dan kurang memenuhi standar keamanan.
Belum lagi, tindakan keras petugas keamanan yang “menyabetkan” pentungan ke arah kepala penonton menjadi penambah korban luka.
Soal gas air mata, saya begitu trauma saat menjadi peliput di berbagai kerusuhan di tanah air jelang rezim Soeharto jatuh.
Asapnya yang membuat mata perih dan berair bahkan saat dibasuh air pun menjadi semakin perih di mata, tentu sangat menyakitkan dan membuat kalut penonton di Stadion Kanjuruhan.
Saya sulit membayangkan penderitaan penonton di tribun yang tidak tahu apa-apa, tetapi terkena imbasnya karena aksi penembakan gas air mata.
Aturan Federasi Sepabola Dunia (FIFA) terkait pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Safety & Security Regulations) pasal 19.b menyebut dengan tegas senjata api dan “gas pengendali massa” tidak boleh dibawa atau digunakan.
Seperti yang dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan Mahfud MD, korban meninggal di pertadingan Liga 1 itu karena desak-desakan dan terinjak. Kerusuhan itu bukan karena bentrok antarsuporter mengingat pendukung Persebaya terkena larangan menonton pertandingan. Tidak ada korban penganiayaan antar suporter. (Detik.com, 02 Oktober 2022).
Presiden Joko Widodo langsung memerintahkan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk menghentikan sementara Liga 1 sampai evaluasi menyeluruh dilakukan.