Tidak itu saja, Jokowi juga memerintahkan perbaikan prosedur pengamanan kepada Kapolri, Menteri Pemuda dan Olahraga serta PSSI.
Jokowi juga memerintahkan Menteri Kesehatan dan Gubernur Jawa Timur mengawasi penanganan kesehatan bagi korban Tragedi Kanjuruhan (Kompas.com, 02/10/2022).
Jika sudah seperti ini, siapa pihak yang paling bertanggungjawab? PT LIB yang tetap nekad menggelar pertandingan dengan mengabaikan rekomendasi panitia pertandingan di Malang dan Polres Malang; panitia pertandingan yang malah menjual tiket jauh melebihi daya tampung stadion; pihak keamanan yang tidak profesional melakukan prosedur pengamanan pertandingan bahkan menggunakan tembakan gas air mata atau PSSI yang menjadi penanggungjawab utama kegiatan dan pembinaan sepakbola di tanah air?
Memang betul, tidak boleh ada nyawa yang melayang karena hanya pertandingan sepakbola semata. Tetapi juga tidak bijak menghentikan sepakbola karena ketidakbecusan penyelenggara dan pengamanan pertandingan sepakbola.
Sepakbola bukanlah semata pertandingan, sejatinya sepakbola adalah katarsis sebagian rakyat akan penyaluran kepenatan sosial, ekonomi dan politik yang tengah terjadi.
Jika saya pusing memikirkan sulitnya mencari rezeki akhir-akhir ini, dengan menonton pertandingan sepak bola maka rasa pusing saya akan hilang walau hutang tetap tidak terbayar juga.
Sepak bola adalah ritual yang “menghidupi” banyak jiwa. Mulai dari pemain, pelatih, staf pendukung, produk pemasang iklan, warga yang berjualan merchandise klub sepak bola hingga petugas yang mengamankan pertandingan.
Tukang parkir kecipratan rezeki karena jasanya mengamankan kendaraan milik penonton. Penjual minuman segar mendapat penghasilan karena dagangannya ludes terjual.
Pemilik warung nasi senang karena jualannya juga tandas saat pertandingan digelar. Semuanya mendapat rezeki.
Sepak bola tidak hanya menjadi hiburan rakyat, bahkan pertandingan di Kecamatan Benua, Konawe Selatan, di pedalaman Sulawesi Tenggara pun juga riuh mengundang minat penonton.
Saya menyaksikan ronah bahagia penonton yang sumringah ketika kesebelasan yang didukungnya menang.
Sepak bola pun menjadi ajang politiking para politisi yang “ngebet” mencari panggung. Sangat janggal ketika timnas memenangkan pertandingan justru ketua umum-nya yang tampil di sesi konferensi pers. Padahal yang lazim adalah pelatih dan pemain yang menjadi juru bicaranya.
Dunia sepak bola kini menjadi captive market yang berprospek, dan jangan heran jika pebisnis kita mengakuisisi klub sepak bola di mancanegara atau para selebritas memiliki klub sepak bola. Sepak bola telah menjadi dunia harapan semua kalangan.
Sampai kapan pun, Alfiansyah (11) akan menunggu “kedatangan” Devi Ratna (30) dan Yulianton (40) untuk menjemputnya pulang sekolah dan ajakan menonton pertandingan Arema.
Orangtua Alfiansyah itu menjadi korban meninggal Tragedi Kanjuruhan akibat terinjak-injak penonton yang kalut karena menerima tembakan gas air mata dari aparat (Kompas.com, 02/10/2022).
Dan sampai kapan pun, Suparti akan menunggu kabar kepastian putranya yang bernama Budi (20) bisa pulang ke rumahnya di Ngajum, Malang. Budi adalah salah satu penonton pertandingan di Kanjuruhan yang tengah dicari keberadaannya.
“Rivalitas hanya 90 menit di atas lapangan. Di luar itu, kita semua saudara.” – Bali United FC.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.