Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AH Nasution Saat Makamkan 7 Korban G-30-S: Fitnah Berkali-kali, Kami Semua Difitnah!

Kompas.com - 01/10/2022, 10:42 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang jenderal besar Angkatan Darat, Abdul Haris Nasution atau AH Nasution, harus berlapang dada mengantar enam jenazah rekan sesama jenderal dan seorang ajudan setianya pada 5 Oktober 1965.

Pemakaman para prajurit itu bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI), sekitar empat hari setelah kejadian nahas yang menjadi sejarah kelam Indonesia.

Tercatat pada tanggal 1 Oktober 1965, para prajurit harus kehilangan nyawa karena kekejaman Gerakan 30 September 1965 yang disebut-sebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (G-30-S).

Baca juga: 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S PKI dan Proses Evakuasinya dari Lubang Buaya

Mereka adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Mayjen D I Pandjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Pierre Tendean.

AH Nasution yang saat itu menjabat Menko Pertahanan dan Keamanan sekaligus Kepala Staf Angkatan Bersenjata, sebenarnya termasuk salah satu jenderal TNI yang diserang hari itu.

Ia pun menjadi satu-satunya yang selamat.

Namun, ia harus merelakan putri bungsunya Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Kapten Pierre Tendean, dibunuh oleh resimen Cakrabirawa.

Saat pemakaman berlangsung di Taman Makam Pahlawan Kalibata, AH Nasution tampak tidak bisa menyembunyikan kesedihannya ketika membaca pidato perpisahan. 

Fitnah Berkali-kali

AH Nasution menyinggung soal fitnah dalam pidato yang disampaikannya. Arsip Kompas tanggal 30 September 1966 memberitakan, kalimat fitnah dalam pidato datang beberapa kali dari mulut AH Nasution.

Nasution merasa ia dan rekannya yang telah gugur telah difitnah. Kala itu, Nasution mengaku memang kerap mendapat fitnah, termasuk fitnah untuk mengudeta presiden yang tengah berkuasa, yakni Presiden Soekarno.

"Fitnah, fitnah. Fitnah berkali-kali. Fitnah itu lebih jahat daripada pembunuhan. Kami semua telah difitnah," begitu kata Nasution.

Baca juga: Mengenal Dewan Jenderal, Hoaks yang Memicu Peristiwa G30S PKI

Pidato AH Nasution juga mengharumkan nama para pahlawan yang telah gugur medio 1965 itu.

Sejak 20 tahun lalu hingga wafat, Nasution menyebut bahwa para prajurit sudah berjuang membela bangsa dan negara, serta membela cita-cita masyarakat Indonesia.

Pembelaan itu terus dilakukan meskipun nama para prajurit yang gugur berkali-kali dicemarkan dan difitnah.

"Biarpun hendak dicemarkan, difitnah sebagai penghianat, tapi kamu tahu bahwa kamu sudah berjuang di atas jalan yang benar. Kami tidak pernah ragu-ragu," ucap Nasution.

Ia pun berjanji untuk terus melanjutkan perjuangan pahlawan bangsa. Nasution menyatakan, hanya pengkhianat yang tidak mengikuti dan melanjutkan perjuangan pahlawan.

"Selamat jalan adik-adikku. Selamat jalan. Terima kasih atas pengorbananmu. Selamat jalan sampai bertemu," tutup Nasution.

Disiksa

Pidato yang disampaikan Nasution tak lepas dari kejamnya penganiayaan yang dialami keenam prajurit.

Nasution memang selamat. Namun, keenam orang lainnya disiksa sebelum dibunuh oleh Cakrabirawa.

Penyiksaan terlihat nyata di sekujur tubuh prajurit, ketika penggalian jenazah dilakukan di Lubang Buaya pada 4 Oktober 1965.

Presiden kedua RI, Soeharto, yang kala itu ikut andil dalam penggalian menyatakan betapa kejamnya para pembunuh. Saat itu, ia masih menjabat sebagai Panglima Kostrad.

"Diketemukan dalam keadaan tubuh yang jelas penuh siksaan. Bekas-bekas luka di sekujur tubuh akibat siksaan sebelum ditembak masih membalur di tubuh-tubuh pahlawan-pahlawan kita," tutur Soeharto.

Baca juga: Mengapa Hoaks dan Isu PKI Masih Laku untuk Propaganda Politik?

Penyiksaan ini juga disaksikan oleh saksi mata, yakni anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), Nj. Marsajah.

Dalam kesaksiannya, Marsajah mengungkapkan, Jenderal Ahmad Yani terbunuh dan tertangkap sekitar pukul 05.00 WIB tanggal 1 Oktober 1965.

Tak lama setelah itu, Jenderal Soeprapto juga tertangkap, tetapi masih hidup.

Ketika ia mencoba melihat ke luar, tampak seorang pria dengan tangan terikat kain, berpakaian piyama garis-garis putih dan merah jambu, sedangkan di bahu terselendang sebuah sarung.

Tawanan itu, kata Marsajah, duduk di kursi. Ada sekitar enam orang berseragam hijau mengacungkan senjata di depannya.

Beberapa orang wanita juga benyanyi dan mengejek mengelilingi Soeprapto. Mereka berucap, "Enak orang besar. Gemuk makan enak. Rakyat kecil makan singkong, beras mahal.'

Baca juga: Kisah Penyamaran Istri Pemimpin PKI Usai Peristiwa G30S

Marsajah mengakui, wanita-wanita yang juga termasuk bagian dari Gerwani itu melakukan siksaan dan perbuatan yang tidak pantas kepada Soeprapto. Marsajah bahkan tak tahan melihat siksaannya sehingga ia memutuskan kembali ke kamar.

"Tapi tidak lama saya di kamar, tiba-tiba saja mendengar rentetan tembakan tiga kali. Tak lain yang ada di kepala saya, Pak Prapto (Soeprapto) sudah dihabisi," ungkap Marsajah.

Kemudian dalam jarak sekitar 10 meter dari kamar, Marsajah melihat sebuah tandu mengangkut mayat Soeprapto untuk dibawa ke sebuah sumur tua yang dikenal dengan nama Lubang Buaya.

Sekitar setengah jam kemudian, ada lagi mayat yang dilempar ke lubang tersebut. Tak lain adalah Mayat Jenderal S Parman. Adapun Jenderal Soetoyo dan Kapten Pierre Tendean diperlakukan sama.

"Meraka dikerumuni, ditendang, dianiaya, dipukuli dengan popor senapan," beber Marsajah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com