JAKARTA, KOMPAS.com - Dua hari terakhir, publik dihebohkan dengan pergantian hakim di Mahkamah Konstitusi.
Hakim MK Aswanto dicopot dari posisinya dan digantikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Konstitusi Guntur Hamzah.
Pergantian itu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023, Kamis (29/9/2022).
Guntur menggantikan Aswanto yang masa jabatannya tidak diperpanjang.
Baca juga: Tiba-tiba, DPR Sahkan Sekjen MK Guntur Hamzah Jadi Hakim Konstitusi Gantikan Aswanto
Namun, pergantian itu dilakukan secara mendadak karena tidak masuk dalam agenda rapat paripurna yang telah dibagikan sebelumnya.
"Sekarang perkenankan kami menanyakan pada sidang dewan terhormat, apakah persetujuan untuk tidak akan memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi yang berasal dari usulan DPR atas nama Aswanto dan menunjuk Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi yang berasal dari DPR tersebut, apakah dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat paripurna, Kamis.
"Setuju," jawab para peserta rapat paripurna yang diikuti ketukan palu dari Dasco.
Keputusan DPR yang mengangkat Gutur Hamzah sebagai hakim MK itu disorot publik.
Salah satu kritik datang dari Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie.
Jimly menilai, DPR telah melanggar ketentuan ketika mengangkat Guntur Hamzah menjadi hakim konstitusi menggantikan Aswanto.
Menurut dia, bila merujuk ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, semestinya masa jabatan Aswanto baru selesai pada tahun 2029.
"Dengan tindakan dari DPR kemarin, hasil kerja dari Komisi III yang disahkan di paripurna itu sama dengan perwakilan rakyat Indonesia memecat hakim konstitusi bernama Profesor Aswanto tanpa dasar dan melanggar prosedur hukum," kata Jimly saat dihubungi, Jumat.
Baca juga: Eks Ketua MK Anggap DPR Langgar Hukum Soal Pengangkatan Guntur Jadi Hakim Konstitusi
Ia pun menyarankan agar Presiden Joko Widodo tidak menanggapi dan tidak mengeluarkan keppres terkait pemberhentian Aswanto serta mengangkat hakim penggantinya.
Pasalnya, bila keppres itu tetap dikeluarkan, maka hal itu rawan untuk digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Dasarnya tidak ada, prosedur dilangkahi dengan semena-mena dan sewenang-wenang. Maka jauh lebih baik bagi presiden tidak menerbitkan Keppres sama sekali," pungkas dia.
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menyebut, Aswanto telah mengecewakan sehingga dicopot dari jabatannya sebagai hakim konstitusi.
Pacul pun mengakui, pencopotan Aswanto merupakan keputusan politik.
"Ini adalah keputusan politik. Tentu ini nanti karena hadirnya keputusan politik juga karena adanya surat MK toh? Kan gitu dan nanti kan dasar-dasar hukumnya bisa dicari, tapi ini kan dasar surat dari MK yang mengonfirmasi, tidak ada periodisasi, ya sudah," ujar Pacul saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Baca juga: Aswanto Mendadak Diberhentikan dari Hakim MK, Komisi III: Dia Wakil DPR, tapi Produk DPR Dia Anulir
Pacul menjelaskan, kinerja Aswanto dinilai mengecewakan karena ada produk-produk dari DPR yang dibatalkan secara sepihak, dan Aswanto turut andil dalam keputusan itu.
Dia menyebut Aswanto merupakan perwakilan hakim konstitusi dari DPR, tapi justru mengecewakan anggota dewan.
"Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh," tutur dia.
"Dasarnya Anda tidak komitmen. Enggak komit dengan kita. Ya mohon maaflah ketika kita punya hak, dipakai lah," sambung politikus PDI-P ini.