SEJAK pertama kali berita keterlibatan Febri Diansyah sebagai pengacara keluarga Ferdy Sambo muncul di media, publik sudah melakukan penolakan.
Tanpa berpikir panjang dan tanpa perlu pertimbangan untuk mengambil kesimpulan, publik sepakat menyatakan kekecewaan dan ‘menuntut’ juru bicara KPK 2016-2020 itu untuk membatalkan keputusan membela Putri Candrawathi (PC).
Alasannya sederhana, mantan aktivis ICW itu, sejauh ini, tercatat di hati publik sebagai salah satu aktivis dan tokoh publik yang punya integritas tinggi.
Tidaklah berlebihan kiranya jika kemudian publik menumpahkan kekecewaan pada Febri Diansyah.
Sebab aktivis anti-korupsi dan aktivis berpengaruh 2011 itu membela keluarga yang menjadi ‘musuh publik’ di saat keadilan hukum dan integritas pejabat berada pada titik serendah-rendahnya.
Febri Diansyah tentu sangat mengerti dan memahami perasaan publik saat ini melihat fakta penegakan hukum di negeri ini dalam beberapa bulan terakhir, baik di kepolisian maupun di pengadilan (Mahkamah Agung).
Di kepolisian, publik sedang marah pada Kadiv Propam 2020-2022, istri, dan konconya karena pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang demikian keji dan dimanipulasi.
Dengan temuan-temuan yang demikian mengerikan, publik dengan emosional yang memuncak, berharap pelaku pembunuhan tidak mendapat pembelaan.
Sementara di pengadilan, Hakim Agung Sudrajat Dimyati ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Ketika kepercayaan publik terhadap penegakan hukum benar-benar tengah merosot tajam, Febri Diansyah adalah salah satu ‘harapan’ yang nyata dan sudah teruji dalam penegakan hukum.
Namun harapan itu justru terlukai oleh keputusan Febri untuk bergabung sebagai pengacara PC.
Baca juga: Febri Diansyah Sebut Ferdy Sambo Menyesal Emosional saat Pembunuhan Brigadir J
Publik kemudian bertanya, apa yang ‘dicari’ oleh Febri dengan menjadi pengacara PC, sehingga ia berani mempertaruhkan kepercayaan publik dan integritasnya?
Meski Febri pada hari pertama jumpa wartawan mengatakan bahwa ia akan mendampingi klien secara objektif dan tidak ambisius, tetapi publik sudah terlalu kecewa.
Mungkin Febri berpikir, sebagai mana sering dilontarkan oleh pengacara pembela koruptor selama ini, betapa pun beratnya kesalahan pelaku kejahatan, ia tetap punya hak untuk dibela.
Prasangka ini tidak salah. Tetapi hal yang menyangkut kasus Brigadir Josua bukan soal hak untuk dibela atau tidak dibela, melainkan soal integritas Febri sendiri.