Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Tafsir UU Perlindungan Data Pribadi yang Perlu Diketahui

Kompas.com - 25/09/2022, 13:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JIKA ada produk legislasi yang paling ditunggu-tunggu, maka itu adalah Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Pengesahan UU PDP dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (20/9/2022), menjadi menarik karena berbarengan dengan gempita kasus penyebaran data pribadi yang menjadi trending topic dan menyita perhatian publik.

Namun perlu diketahui bahwa legislasi ini tidak lahir serta merta karena hingar-bingar itu. Presiden Joko Widodo telah mengirimkan naskah RUU PDP ke DPR sejak dua tahun lalu, kemudian dibahas penuh dinamika melalui enam kali perpanjangan masa sidang.

UU PDP dipercaya sangat penting dan strategis untuk mengawal dan memacu transformasi Indonesia memasuki Industri 5.0. Saat ini data sudah menjelma sebagai the new oil di era transformasi digital yang begitu masif.

Produk legislasi ini mengatur perlindungan data pribadi secara kodifikatif dalam satu UU secara terintegrasi, komprehensif, dan sistematik.

Kita memang tidak menafikan bahwa sebelumnya ketentuan tentang perlindungan data pribadi memang sudah ada, meskipun sangat terbatas.

Kondisi ketentuan secara sangat terbatas inilah yang justru menjadi persoalan, karena sangat tidak memadai, parsial, belum lagi tersebar dalam berbagai UU. Materi muatannya pun relatif sumir dan tidak komprehensif.

Ketiadaan UU kodifikatif-komprehensif ini menjadi cikal-bakal ketidakpastian hukum dan kesulitan dalam penegakannya.

Kondisi ini juga tidak bagus bagi keamanan data pribadi warga negara dan juga bagi dunia usaha dan investasi.

Lex specialis dan kepastian hukum

UU PDP adalah produk legislasi lex specialis yang merupakan instrumen legislasi primer yang mengatur secara spesifik perlindungan data pribadi. Sifatnya yang lex specialis menjadikan tidak tersekat oleh sektor atau rezim hukum tertentu.

Dalam teori dan praktik hukum, kedudukan lex specialis memiliki makna jika ada konflik pengaturan (conflict of law) dengan UU eksisting lain, maka yang berlaku adalah UU PDP ini.

Hal itu sesuai dengan asas, “hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex specialis derogate legi generalis).”

Dalam menghadapi transformasi digital dan persaingan global yang sangat keras, serta faktor big data yang sangat strategis, maka untuk kepastian hukum, Lembaga PDP yang akan dibentuk, dan tentu saja Aparat Penegak Hukum (APH), harus secara konsisten menerapkan prinsip ini.

UU PDP diproyeksikan antara lain untuk menjawab realitas ketiadaan standar dan kriteria perlindungan data pribadi.

UU PDP juga menjawab keraguan dunia usaha dan investasi, tatkala kegiatan usahanya bersentuhan dengan data pribadi. Dengan kata lain, UU ini menjadi jawaban atas ketidakpastian hukum itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com