Temuan ketiga adalah pelaku yang masih berstatus DPO bernama Roy Marthen Howai.
Komnas HAM mengatakan, adanya bukti kuat bahwa pelaku yang melarikan diri bukan merupakan aktor utama dalam peristiwa mutilasi.
Temuan keempat, seorang pelaku sipil menyebut mengenal salah satu korban yang mereka bunuh dan juga pernah bertemu.
Kelima, pemilihan mutilasi untuk menghilangkan jejak kejahatan. Komnas HAM menduga para pelaku bukan pertama kali melakukan mutilasi.
"Berdasarkan pola kekerasan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat serta keterangan saksi, diduga bahwa tindakan yang dilakukan para pelaku bukan yang pertama," ucap Anam.
Baca juga: Komnas HAM Masih Dalami Motif Kasus Mutilasi di Mimika
Terakhir, adanya indikasi hubungan rekan kerja antara pelaku sipil dengan pelaku anggota TNI.
Mereka disebut memiliki bisnis pengepul solar yang terbukti ada di lokasi perencanaan pembunuhan.
"Terdapat drum untuk penampungan (bahan bakar) solar dan grup WhatsApp terkait bisnis solar tersebut," kata Anam.
Namun, Komnas HAM menyebut masih mendalami motif dari pembunuhan sadis tersebut
Anam mengatakan, perjalanan menuju kesimpulan kasus masih cukup panjang mengingat penyelidikan masih berjalan.
Oleh karena itu, Komnas HAM meminta bantuan masyarakat yang mengetahui kasus tersebut untuk memberikan kesaksian.
"Komnas HAM RI mengimbau kepada masyarakat untuk mendukung upaya penegakan hukum dengan memberikan kesaksian," ujar Anam.
Baca juga: Komnas HAM Duga Mutilasi yang Dilakukan Prajurit TNI di Mimika Bukan Pertama Kali
Di sisi lain, Anam juga mendorong adanya pengadilan terbuka untuk para pelaku mutilasi secara adil dan transparan.
"Demi tegaknya hak atas keadilan korban dan jaminan supaya peristiwa yang sama tidak berulang kembali," katanya.
Namun, kata Anam, temuan awal tersebut sudah bisa memaksa Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa memecat enam prajurit TNI yang terlibat.
Ia mengatakan, pemecatan harus dilakukan karena sekali lagi, tindakan enam prajurit tersebut melukai nurani dan merendahkan martabat manusia.
"Oleh karenanya, para pelaku harus dihukum seberat-beratnya termasuk pemecatan dari keanggotaan TNI," kata Anam.
Upaya pemecatan tersebut bukan tanpa alasan, dari fakta yang ditemukan Komnas HAM, enam prajurit TNI, bersama empat warga sipil yang menjadi pelaku mutilasi, melakukan pembunuhan dengan perencanaan.
Selain itu, Komnas HAM juga menemukan adanya senjata rakitan yang dimiliki oleh salah satu pelaku dari unsur TNI seperti temuan analisis fakta yang diungkap.
Baca juga: Komnas HAM Minta Panglima TNI Pecat 6 Prajurit yang Terlibat Kasus Mutilasi di Mimika
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.