Perilaku 10 tersangka kasus mutilasi di Mimika mencerminkan kalimat itu, yakni sadistis, penyiksaan, kekerasan, dan merendahkan manusia.
Pasalnya, empat korban dibunuh menggunakan senjata api rakitan, juga ditikam menggunakan senjata tajam.
Tak selesai sampai menghilangkan nyawa, para pelaku memotong-motong tubuh korban, memasukkan ke dalam karung, kemudian memberikan pemberat batu.
Karung itu mereka bawa ke jembatan Kampung Pigapu, Distrik Iwaka Kabupaten Mimika. Kemudian, dilemparkan ke sungai. Jasad dalam karung itu kemudian tenggelam.
Kejahatan itu mereka lakukan dalam sehari, tepatnya 22 Agustus 2022.
Namun, terungkap 26 Agustus dari penemuan potongan jenazah di aliran sungai tempat para pelaku membuang jenazah.
Tak lama dari penemuan jenazah, sembilan pelaku tertangkap, enam adalah prajurit TNI, tiga warga sipil dan satu masih dalam pencarian orang.
"(Sekali lagi) Komnas HAM RI mengecam tindakan yang dilakukan oleh para pelaku yang melukai nurani dan merendahkan martabat manusia," papar Anam.
Temuan fakta
Terdapat enam temuan analisis fakta yang dikeluarkan Komnas HAM dalam peristiwa mutilasi di Mimika, Papua tersebut.
Pertama adalah adanya perencanaan pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan para tersangka.
Anam menjelaskan, tersangka sudah merencanakan beberapa kali upaya pembunuhan, bahkan sempat terjadi penundaan yang sebelumnya direncanakan 20 Agustus, menjadi 22 Agustus 2022.
Temuan kedua, adalah senjata rakitan yang dimiliki oleh pelaku anggota TNI.
Uniknya, perlakuan melanggar hukum anggota TNI ini diketahui oleh pelaku TNI lainnya berpangkat Mayor.
Masalah senjata rakitan ini juga pernah diungkap lewat kasus penjualan amunisi oleh anggota Brigif R20/IJK/3.
Temuan ketiga adalah pelaku yang masih berstatus DPO bernama Roy Marthen Howai.
Komnas HAM mengatakan, adanya bukti kuat bahwa pelaku yang melarikan diri bukan merupakan aktor utama dalam peristiwa mutilasi.
Temuan keempat, seorang pelaku sipil menyebut mengenal salah satu korban yang mereka bunuh dan juga pernah bertemu.
Kelima, pemilihan mutilasi untuk menghilangkan jejak kejahatan. Komnas HAM menduga para pelaku bukan pertama kali melakukan mutilasi.
"Berdasarkan pola kekerasan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat serta keterangan saksi, diduga bahwa tindakan yang dilakukan para pelaku bukan yang pertama," ucap Anam.
Terakhir, adanya indikasi hubungan rekan kerja antara pelaku sipil dengan pelaku anggota TNI.
Mereka disebut memiliki bisnis pengepul solar yang terbukti ada di lokasi perencanaan pembunuhan.
"Terdapat drum untuk penampungan (bahan bakar) solar dan grup WhatsApp terkait bisnis solar tersebut," kata Anam.
Anam mengatakan, perjalanan menuju kesimpulan kasus masih cukup panjang mengingat penyelidikan masih berjalan.
Oleh karena itu, Komnas HAM meminta bantuan masyarakat yang mengetahui kasus tersebut untuk memberikan kesaksian.
"Komnas HAM RI mengimbau kepada masyarakat untuk mendukung upaya penegakan hukum dengan memberikan kesaksian," ujar Anam.
Di sisi lain, Anam juga mendorong adanya pengadilan terbuka untuk para pelaku mutilasi secara adil dan transparan.
"Demi tegaknya hak atas keadilan korban dan jaminan supaya peristiwa yang sama tidak berulang kembali," katanya.
Minta aparat TNI yang terlibat dipecat
Namun, kata Anam, temuan awal tersebut sudah bisa memaksa Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa memecat enam prajurit TNI yang terlibat.
Ia mengatakan, pemecatan harus dilakukan karena sekali lagi, tindakan enam prajurit tersebut melukai nurani dan merendahkan martabat manusia.
"Oleh karenanya, para pelaku harus dihukum seberat-beratnya termasuk pemecatan dari keanggotaan TNI," kata Anam.
Upaya pemecatan tersebut bukan tanpa alasan, dari fakta yang ditemukan Komnas HAM, enam prajurit TNI, bersama empat warga sipil yang menjadi pelaku mutilasi, melakukan pembunuhan dengan perencanaan.
Selain itu, Komnas HAM juga menemukan adanya senjata rakitan yang dimiliki oleh salah satu pelaku dari unsur TNI seperti temuan analisis fakta yang diungkap.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/21/12262831/sejumlah-fakta-temuan-komnas-ham-terkait-mutilasi-sadis-4-warga-mimika-yang