JAKARTA, KOMPAS.com - Berita tentang keputusan Komisi Banding yang menolak permohonan banding dan tetap memecat Ferdy Sambo dari anggota Polri berada di puncak berita terpopuler.
Sementara itu, hasil survei Litbang Kompas tentang masyarakat yang menilai praktik korupsi yang marak menjadi penghambat demokrasi menjadi berita yang cukup banyak digemari pembaca.
Kepolisian Negara Republlik Indonesia (Polri) memutuskan menolak permohonan banding mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo terkait pemecatannya sebagai anggota Polri.
Baca juga: BREAKING NEWS: Banding Ditolak, Ferdy Sambo Resmi Dipecat
Adapun dalam sidang KKEP tanggal 25-26 Agustus 2022, Polri melakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau memecat Ferdy Sambo terkait kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dengan putusan banding ini, Ferdy Sambo resmi dipecat dari instansi Polri.
“Menolak permohonan banding pemohon banding,” kata pimpinan sidang komisi banding Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto di Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/9/2022).
"Menguatkan putusan sidang komisi etik Polri tanggal 26 Agustus 2022 atas nama pelanggar Ferdy Sambo," imbuh Agung.
Sidang banding Ferdy Sambo dipimpin oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto.
Ferdy Sambo atau kuasa hukumnya tidak dihadirkan dalam pelaksanaan sidang banding karena dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tidak ada kewajiban menghadirkan perlanggar etik.
Baca juga: Banding Ferdy Sambo Ditolak, Kuasa Hukum: Nanti Kami Pelajari Dulu Putusannya
Adapun Ferdy Sambo menjalani sidang KKEP setelah ditetapkan tersangka dalam kasus pembunuhan berencana ajudannya yang bernama Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Ferdy Sambo juga diketahui telah kembali ditetapkan sebagai tersangka terkait obstruction of justice atau menghalangi penyidikan Brigadir J.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, berdasarkan Perpol 7 Tahun 2022, Tim KKEP Banding memeriksa dan meneliti berkas banding, di antaranya pemeriksaan pendahuluan, persangkaan dan penuntutan, nota pembelaan, putusan sidang KKEP, dan memori banding.
Tim KKEP Banding juga melakukan penyusunan pertimbangan hukum dan amar putusan dan pembacaan putusan KKEP Banding oleh Ketua KKEP.
Ia menegaskan, hasil keputusan KKEP Banding bersifat final dan mengikat.
“Banding ini sifatnya final dan mengikat, sudah tidak ada lagi upaya hukum, ini upaya hukum yang terakhir,” ucap Dedi.
Diketahui, Brigadir J telah meninggal dunia di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022.
Baca juga: Polri Tegaskan 5 Jenderal secara Kolektif Kolegial Tolak Banding Ferdy Sambo
Brigadir Yosua tewas ditembak Bharada E atau Richard Eliezer atas perintah Ferdy Sambo. Dalam kasus itu, Polri menetapkan lima tersangka pembunuhan berencana.
Selain Sambo, ada Bharada Richard, Bripka RR atau Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Putri Candrawathi yang ditetapkan sebagai tersangka.
Jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan mayoritas publik menilai maraknya tindakan korupsi menjadi penghambat demokrasi.
Survei yang dilakukan pada 6-9 September 2022 itu menunjukkan 43,2 persen responden menyebutkan bahwa korupsi menjadi faktor utama yang menghambat jalannya demokrasi di Tanah Air.
“Persoalan laten korupsi dianggap oleh kelompok terbesar responden sebagai batu sandung berjalannya demokrasi,” tutur peneliti Litbang Kompas, Arita Nugraheni, dikutip dari Harian Kompas, Senin (19/9/2022).
Baca juga: Survei Litbang Kompas: 37,7 Persen Responden Nilai Kualitas Demokrasi di Indonesia Memburuk
Jajak pendapat itu juga merekam hal lain yang dianggap menjadi penghambat jalannya demokrasi seperti keterpurukan ekonomi yang dipilih 21,8 persen responden.
Kemudian, 21,5 responden mengatakan, perlakuan tidak sama di depan hukum, dan 7 persen responden menyebut pelanggaran hak asasi manusia.
Arita memandang situasi ini perlu ditangkap oleh pemerintah untuk melakukan berbagai upaya perubahan kondisi demokrasi.
“Pemerintah perlu ambil bagian untuk menciptakan iklim demokrasi yang memberikan jaminan kesetaraan bagi publik,” tandasnya.
Diketahui jajak pendapat melibatkan 504 responden dari 34 provinsi. Survei dilakukan dengan wawancara melalui telepon, dan sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk masing-masing provinsi.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Mayoritas Publik Nilai Maraknya Korupsi Jadi Penghambat Demokrasi
Metode ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error lebih kurang di angka 4,37 persen dalam penarikan sampel acak sederhana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.