Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

"Layeut" dengan Saudara Sebangsa

Kompas.com - 16/09/2022, 10:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." ~Soekarno

Pendiri bangsa mengingatkan kita akan adanya ancaman yang dihadapi bangsa setelah merdeka. Menurut Soekarno, ketika di bawah penjajahan, musuh terbesar bangsa adalah penjajah.

Namun setelah penjajah pergi, bangsa Indonesia akan dihadapkan pada berbagai masalah yang menguji persatuan dan kesatuan, memicu konflik, bahkan berpotensi perang saudara kalau dibiarkan.

Maka menjadi penting kehadiran FPK singkatan dari Forum Pembauran Kebangsaan, sebagai organisasi mitra pemerintah yang sudah ada di tingkat provinsi dan kabupaten-kota. Eksistensinya sangat dibutuhkan di negara kita yang sangat rentan terhadap konflik.

Perlu ada upaya terstruktur agar program pembauran kebangsaan berjalan optimal untuk menghindarkan fanatisme kesukuan yang memicu konflik.

Menurut Kamus KBBI, arti kata pembauran adalah peniadaan sifat-sifat eksklusif kelompok etnik di dalam masyarakat dalam usaha mencapai kesatuan bangsa.

Arti lainnya dari pembauran adalah perkawinan campuran antara warga negara asli (pribumi) dan warga negara keturunan asing.

Ketua FPK Jawa Barat, Ceu Popong memaknai kata “Pembauran” dengan kata dari bahasa Sunda “Layeut”, artinya kompak, selalu bersama, harmonis, seia sekata.

Sepertinya kita saat ini sedang sibuk “melawan sesama anak bangsa” karena perbedaan pilihan politik dan kepentingan. Belum lagi konflik yang ditimbulkan perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Negeri tercinta hanya akan maju kalau perbedaan-perbedaan yang ada itu tak lagi jadi masalah, dan memiliki cita- cita dan komitmen yang sama untuk bergerak maju.

Namun realitas kehidupan sejak hadirnya media sosial yang masif, kebersamaan dan kekompakan menghadapi tantangan, bahkan ancaman. Mengingat Indonesia memiliki keberagaman latar belakang, suku, ras dan agama.

Menurut sensus BPS tahun 2010, Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa, dan terdapat 1.340 sub etnis.

Posisi geografis Indonesia yang sangat menguntungkan dan sumber kekayaan alam yang melimpah, selain sebagai rahmat juga berpotensi mengundang sejumlah kerawanan dan ancaman.

Kondisi ini memosisikan Indonesia menjadi ladang perebutan pengaruh negara-negara besar dengan segala cara. Maka diperlukan katahanan nasional yang kokoh dalam menghadapinya.

Agar NKRI tetap utuh, bangsa Indonesia harus memiliki daya tahan dan daya tangkal untuk menghadapi segala persoalan, ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan.

Ketahanan nasional dapat diwujudkan melalui pemahanan dan penerapan nilai-nilai luhur bangsa dalam menghadapi arus globalisasi yang menggerus nilai-nilai kebangsaan dan tumbuh suburnya pola hidup individualistik yang mengagungkan kebebasan.

Pembauran kebangsaan adalah nilai dan program untuk mengintegrasikan anggota masyarakat dari berbagai ras, suku, etnis, melalui interaksi sosial dalam bidang bahasa, adat istiadat, seni budaya, pendidkan, dan perekonomian, tanpa harus menghilangkan identitas ras, suku, dan etnis yang ada dalam kerangka rumah besar NKRI.

Tugas FPK adalah: Menjaring aspirasi masyarakat di bidang pembauran kebangsaan; Menyelenggarakan forum dialog dengan pimpinan organisasi pembauran kebangsaan, pemuka adat, suku dan masyarakat; Menyelenggarakan sosialisasi kebijakan yang berkaitan dengan pembauran kebangsaan, dan merumuskan rekomendasi kepada penanggung jawab FPK di wilayahnya.

Keanggotakaan FPK, terdiri atas pimpinan organisasi pembauran kebangsaan, pemuka adat, suku, etnis dan masyarakat setempat.

Jumlah anggota FPK provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan disesuaikan dengan jumlah suku, etnis dan pemuka masyarakat setempat.

FPK dapat menjadi wadah informasi dan komunikasi, konsultasi dan kerjasama antara warga masyarakat yang diarahkan untuk menubuhkan, memantapan, memelihara dan mengembangkan pembauran kebangsaan dalam kontek wilayah administrasi lokal kedaerahan dan nasional.

FPK hadir untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun, aman dan damai; Mencegah masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi dengan kekerasan karena perbedaan latar belakang dan sudut pandang, sehingga tercipta kerjasama yang positif antar ras, suku, budaya dan adat istiadat yang dilandasi oleh toleransi, saling pengertian, menghormati, dan saling menghargai.

Tujuan FPK adalah terwujudnya persatuan dan kesatuan antara ras, suku dan etnis di kalangan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat.

Memasyarakatkan program pembauran kebangsaan agar dapat dipahami dan dihayati oleh masyarakat secara luas.

Memelihara nasionalisme, yang menjadikan keragaman bukan menjadi sumber perpecahan, tetapi dengan keragaman adalah rahmat dan potensi kreatif menjadi kekuatan untuk memajukan negri.

Esensi Pembauran

Merawat pembauran atau kebhinekaan tentu bukan hanya sekadar mengumandangkan narasi-narasi toleransi yang indah agar kita saling hormat menghormati dan saling menyingkirkan perbedaan yang tidak mendasar di antara kita.

Juga harus adanya kemauan untuk saling memahami dan kerelaan untuk saling berkorban untuk kepentingan orang lain dan kepentingan yang lebih besar dengan tetap menjaga identitas kepribadian kita masing-masing.

Termasuk menghargai orang yang memiliki keyakinan agama dan sudut pandang yang berbeda.

Jangan mengukur suatu keyakinan akan kebenaran menurut ukuran orang lain dengan ukuran kebenaran menurut keyakinan kita sendiri karena ukurannya pasti akan berbeda.

Sebagai contoh ilustratif, misalnya, bagaimana mungkin seorang penjahit pakaian mengukur kain jahitannya menggunakan ‘timbangan”, sedangkan seorang pedagang kain kiloan dipaksakan mengukur kain dagangannya dengan menggunakan “meteran” meskipun obyeknya sama-sama berupa kain.

Diperlukan kesadaran akan pentingnya bisa bersatu dan bekerjasama secara harmonis positif dan kontruktif.

Hindarkan sikap saling menghujat satu sama lain saat terjadi masalah, karena perbedaan sudut pandang apalagi klaim paling benar di satu pihak dan pihak yang lain adalah salah.

Pepatah Inggris mengatakan, “The hate speech will give birth to new hate speech”. Suatu hujatan, berpotensi akan melahirkan hujatan baru dan berulang seterusnya tanpa berkesudahan.

Seluruh komponen bangsa, harus memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa perbedaan itu adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan yang berciri keberagaman dan dapat menjadi potensi kreatif kalau dikelola dengan baik.

“Layeut jeung Dulur Sanagri” tag line FPK Jawa Barat yang maknanya kompak, sinergi, harmoni dan seiya - sekata sesama anak bangsa harus menjadi komitmen kita semua. Semoga!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com