Akan tetapi, Gayus memahami adanya keadilan sosial atau social justice yang juga bisa dipertimbangkan seorang hakim dalam memutus sebuah perkara.
Namun, hal itu harus juga harus mempertimbangkan legal justice atau keadilan umum sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang yang berlaku.
Dengan demikian, kata Gayus, seorang hakim dapat memberikan pidana tambahan dengan pertimbangan asas-asas keadilan terhadap suatu perkara yang akan diputuskan.
"Pidana tambahan ini semestinya boleh saja, kalau hakim kalau memang keadilan masyarakat perlu diperhatikan," ucap Gayus.
Baca juga: ICW Usul 24 Koruptor yang Bebas Berterima Kasih ke Presiden dan DPR
Sebagaimana diketahui, sebanyak 24 narapidana kasus korupsi menghirup udara bebas pada 6 September.
Beberapa narapidana yang bebas antara lain, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana dan eks Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kemudian, eks Menteri Agama Suryadharma Ali, eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, dan yang paling baru adalah mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.
Puluhan narapidana tersebut mendapatkan Pembebasan Bersyarat ataupun Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Mereka dianggap telah memenuhi syarat administratif dan substantif seperti, berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan menunjukkan penurunan tingkat risiko.
Para narapidana itu juga telah menjalani masa 2/3 dari masa hukuman di mana minimal kurungan tersebut paling sedikit 9 bulan. Persyaratan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.