Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Koruptor Jadi Caleg di Pemilu 2024, PSI: Kayak Enggak Ada yang Lain Saja

Kompas.com - 29/08/2022, 16:55 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyoroti wacana diperbolehkannya mantan koruptor mendaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPR, DPD, dan DPRD di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Juru Bicara PSI Ariyo Bimmo menyebut masih banyak orang lain yang layak mencalonkan diri.

"Kayak enggak ada orang lain saja. Kan pasti masih banyak kader yang punya integritas. Saya pikir, ini juga yang menjadikan regenerasi politik mandek di banyak parpol,” ujar Bimmo dalam keterangannya, Senin (29/8/2022).

Bimmo menekankan, PSI tidak akan mencalonkan mantan narapidana korupsi pada tahun 2024 mendatang.

Baca juga: Eks Koruptor Bisa Jadi Caleg pada Pemilu 2024

Menurut dia, PSI konsisten menolak mantan koruptor mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.

"Salah satu tugas partai politik adalah menjaga ingatan publik. Kami menolak lupa,” ucapnya.

Bimmo menilai tindak pidana korupsi sebagai bentuk pengkhianatan terhadap urusan publik. Dia mengatakan seharusnya calon koruptor tidak kembali diberi kepercayaan untuk menjadi pengambil keputusan di bidang publik.

PSI menyayangkan sampai saat ini masih ada partai politik yang memberi kesempatan kepada kader-kadernya yang telah terbukti korupsi untuk kembali menyandang jabatan publik.

Baca juga: KPK Tegaskan Tak Rekrut Mantan Koruptor sebagai Penyuluh Antikorupsi

"Tempo hari ada yang diangkat menjadi komisaris BUMN. Sebelumnya malah ada yang terpilih sebagai anggota DPR/DPRD. Sepakat bahwa secara aturan masih memungkinkan, tapi parpol jelas memiliki wewenang untuk menjadi filter dalam perjuangan antikorupsi,” tutur Bimmo.

Sementara itu, kata Bimmo, PSI menilai bahwa komitmen politik pemberantasan korupsi semestinya tercermin dalam peraturan perundangan dan tindakan politik dari para aktornya.

Partai politik seharusnya mencegah agar kadernya yang terbukti korupsi tidak kembali menduduki jabatan publik.

“Kami menerapkan zero tolerance terhadap political corruption. Ini juga amanat konstitusi. Susah payah kami membangun zona integritas dalam manajemen internal partai, termasuk tidak memotong gaji para anggota legislatif kami demi kepentingan partai. Buyar semua kalau kami mencalonkan mantan koruptor,” imbuhnya.

Sebelumnya, mantan narapidana kasus korupsi diperbolehkan mendaftar sebagai caleg di DPR, DPD, serta DPRD pada Pemilu 2024.

Sebab, dalam aturan tentang syarat bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD yang tertuang dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak disebutkan secara khusus larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar.

Baca juga: Profesor Rektor Koruptor

Akan tetapi, seorang mantan narapidana, termasuk kasus tindak pidana korupsi yang ingin mendaftar diwajibkan mengumumkan kepada masyarakat bahwa dirinya pernah dihukum akibat kasus korupsi dan telah selesai menjalani hukuman tersebut.

"Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana," demikian bunyi Pasal tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com