Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) serta analis pertahanan Anton Aliabbas, menyebutkan bahwa ide revisi UU terkait ruang jabatan sipil yang memungkinkan untuk diduduki prajurit TNI aktif memang sudah lama didengungkan secara umum.
Maka dari itu, Dosen Universitas Paramadina tersebut berpendapat bahwa perlu adanya mekanisme terperinci terkait penempatan prajurit TNI aktif di kementerian atau lembaga dalam rencana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Ia mengharapkan wacana tersebut tidak menjadi ruang terbuka bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil yang tidak ada hubungannya dengan tugas dan fungsi pokok TNI.
Hal ini perlu dicermati lebih dalam akibat adanya kekhawatiran masyarakat akan kembalinya dwifungsi TNI di masa lalu layaknya zaman orde baru.
Menurut Anton, kedepannya terdapat beberapa dampak dan masalah baru yang dapat ditimbulkan akibat penempatan prajurit TNI aktif di lembaga sipil.
Mengingat tugas dan fungsi pokok militer sebagai penjaga kedaulatan wilayah negara yang sudah sangat jelas, perluasan penugasan prajurit untuk tugas sipil dalam jangka panjang dapat memengaruhi profesionalisme TNI.
Perluasan tugas personel militer di ranah pemerintahan dapat mengganggu tata kelola karier Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain itu, hal ini juga berpotensi menimbulkan kecemburuan di internal institusi TNI.
Menurut dia, dalam tata kelola karier prajurit TNI, perbaikan program pemisahan dan penyaluran (sahlur) menjadi sebuah kebutuhan mendesak.
Tidak semestinya fenomena banyaknya prajurit non-job diatasi dengan penambahan jabatan baru, baik di dalam maupun di luar institusi TNI. Langkah ini hanya akan membuat birokrasi menjadi gemuk dan karir kemiliteran menjadi tidak jelas.
Konsekuensinya, beban anggaran institusi yang semestinya bisa dialokasikan untuk penambahan kesejahteraan prajurit ataupun alutsista baru, malah akan habis untuk memfasilitasi jabatan-jabatan baru.
Penulis yang saat ini juga berstatus Bantuan Personel (BP) di kementerian, secara empiris menilai terdapat berbagai dampak yang timbul bagi personel TNI-Polri secara individu apabila berdinas di luar struktur organisasi induknya.
Salah satunya, kementerian dan lembaga sipil yang sarat akan kepentingan-kepentingan berbau politis, secara tidak langsung dapat menarik anggota TNI-Polri kedalam ranah politik praktis.
Hal ini secara tidak langsung mengancam profesionalitas dan netralitas TNI dalam politik.
Ketidakjelasan pengembangan karir akibat kurang diperhatikannya pengembangan SDM TNI-Polri yang berdinas di luar struktur menjadi risiko besar bagi personel tersebut.
Anggota TNI-Polri yang berdinas di kementerian ataupun lembaga sipil juga dituntut lebih aktif dalam melaporkan kondisi terkini kedinasannya kepada satuan induk.