Perlu dipertanyakan juga apakah Indonesia sudah mengembangkan rencana aksi untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam indikator JEE.
Upaya untuk mempercepat pengendalian pandemi dan dampaknya yang masih berlangsung hingga saat ini memerlukan penguatan/reformasi sistem kesehatan masyarakat.
Penanganan pandemi tidak cukup hanya dengan memperbesar cakupan vaksinasi dan angka positive rate maupun fatality rate yang bisa dikendalikan, namun hal yang lebih besar adalah bagaimana sistem kesehatan kita sudah dipulihkan dan memiliki ketahanan yang lebih kuat.
Sejauh ini belum terlihat kebijakan maupun langkah yang jelas dalam memulihkan ketahanan sistem kesehatan kita. Pandemi seperti dianggap sudah selesai namun ketahanan sistem kesehatan tidak dipulihkan.
Penguatan sistem kesehatan nasional dalam Health Sectir Review (HSR) dilakukan dengan fokus pada penguatan pelayanan kesehatan dalam menghadapi penduduk yang semakin menua dan bonus demografi, penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB), perbaikan gizi, pengendalian penyakit menular dan penyakit infeksi baru serta pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risiko.
Ruang lingkup penguatan sistem kesehatan, penguatan pengawasan obat dan makanan, pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata, peningkatan efektivitas pembiayaan kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta penguatan tata kelola dan sistem informasi kesehatan.
Reformasi sistem kesehatan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai dampak dari pandemi tidak boleh mengabaikan komponen sistem kesehatan nasional ini. Penguatan sistem kesehatan nasional menjadi salah satu kunci dalam pemulihan negeri.
Pandemi covid 19 juga telah memberikan dampak yang besar terhadap angkatan kerja dan pengangguran.
Enam bulan pertama pandemi, Kementerian Tenaga Kerja melansir data 29 juta penduduk usia kerja yang terdampak Covid 19 dan menambah pengangguran sebanyak 9,77 juta orang.
Kontribusi peningkatan pengangguran terbesar di kawasan Asia dan Pasifik terutama berasal dari kelompok pekerja informal yang terdiri dari jutaan pekerja berketerampilan rendah dengan upah rendah.
BPS juga melansir data empat komponen kelompok penduduk usia kerja yang terdampak Covid 19, yaitu:
Hal yang cukup mengkhawatirkan adalah pandemi Covid 19 telah meningkatkan jumlah pengangguran usia muda.
Katadata melansir data yang menunjukkan bahwa 960.000 orang yang masih menganggur akibat Covid-19 sampai pertengahan 2022, sebesar 40 persennya berusia 15-24 tahun.
Jumlah ini sebetulnya sudah menurun dibanding saat enam bulan pertama Covid-19 di mana jumlah yang menganggur akibat pandemi mencapai 2,56 juta orang.
Alih-alih menikmati bonus demografi, kita justru dihadapkan pada ancaman peningkatan pengangguran di usia produktif. Tentu hal ini tidak boleh disepelekan, karena angkatan kerja akan terus bertambah.
Pemerintah melakukan serangkaian upaya untuk pemulihan ekonomi khususnya untuk mengatasi peningkatan pengangguran akibat covid-19.
Upaya tersebut di antaranya melalui paket stimulus ekonomi untuk dunia usaha, insentif pajak penghasilan bagi pekerja, jaring pengaman sosial melalui program bantuan sosial bagi pekerja formal dan informal, program Kartu Prakerja, perluasan program industri padat karya, dan perlindungan bagi para Pekerja Migran Indonesia.
Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah juga ingin melakukan reformasi di sektor ketenagakerjaan dengan mempermudah masuknya investasi, tetapi juga memberikan kepastian perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi para pekerja.
Namun sejauh mana upaya-upaya ini cukup efektif dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan yang terdampak akibat pandemi? Sejauh mana UU Cipta kerja telah meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal?