JAKARTA, KOMPAS.com - Nama mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo menjadi sorotan sebulan terakhir.
Sambo terseret dalam pusaran kasus kematian anak buahnya sendiri, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Pada awal terungkapnya kasus ini, Brigadir J disebut tewas setelah terlibat adu tembak dengan Bharada E di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Richard Eliezer atau Bharada E merupakan anak buah sambo yang lain.
Peristiwa itu mulanya disebut karena Brigadir J melakukan pelecehan terhadap PC, istri Sambo.
Baca juga: 3 Peristiwa yang Buat Motif Sambo Bunuh Brigadir J karena Masalah Martabat Meragukan
Belakangan, Sambo ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana dalam kasus ini. Dia diduga memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
Di awal, Sambo sempat meminta publik tak berasumsi macam-macam atas kasus ini. Namun, kini, Sambo mengakui bahwa dirinya sempat memberikan informasi yang tak benar dalam kasus yang menyeretnya.
Sejak kasus kematian Brigadir J mencuat ke publik, Sambo seolah hilang dan lama tak terlihat.
Setelah hampir sebulan bungkam, pada 4 Agustus 2022, jenderal bintang dua tersebut akhirnya muncul. Saat itu, dia hendak menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus ini di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Baca juga: Ini Kata Pengacara soal Pengakuan Sambo atas Tewasnya Brigadir J
Sambo awalnya menyampaikan permohonan maaf ke institusi Polri atas peristiwa yang terjadi di rumah dinasnya.
Dia juga mengucapkan belasungkawa atas kematian Brigadir J, terlepas dari perbuatan bawahannya itu terhadap keluarganya.
"Saya menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir Yosua, semoga keluarga diberikan kekuatan," kata Sambo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022).
"Namun, semua itu terlepas dari apa yang telah dilakukan suadara Yosua kepada istri dan keluarga saya," tuturnya.
Tak hanya itu, Sambo juga meminta publik untuk bersabar dan tidak berasumsi macam-macam dalam kasus ini.
"Saya harapkan kepada seluruh pihak-pihak dan masyarakat untuk bersabar, tidak memberikan asumsi, persepsi yang menyebabkan simpang siurnya peristiwa di rumah dinas saya," ujarnya.
Dia juga memohon doa dari masyarakat agar istrinya cepat pulih dan anak-anaknya mampu melewati situasi ini.
"Saya mohon doa agar istri saya segera pulih dari trauma dan anak-anak saya juga bisa melewati kondisi ini," kata dia.
Baca juga: Soal Kematian Brigadir J, Ferdy Sambo: Di Pengadilan Saya Pertanggungjawabkan
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Sambo pun mengakui bahwa dirinya sempat memberikan informasi tak benar atas peristiwa tewasnya Brigadir J.
Dia menyampaikan permohonan maaf ke seluruh masyarakat Indonesia dan institusi Polri karena tidak jujur.
"Izinkan saya sebagai manusia yang tidak lepas dari kekhilafan secara tulus meminta maaf dan memohon maaf sebesar-besarnya," kata kuasa hukum Sambo, Arman Hanis, membacakan pesan dari kliennya dalam keterangan pers yang dikutip dari "Breaking News" Kompas TV, Kamis (11/8/2022).
"Khususnya kepada rekan sejawat Polri beserta keluarga serta masyarakat luas yang terdampak akibat perbuatan saya yang memberikan infomasi yang tidak benar serta memicu polemik dalam pusaran kasus Duren Tiga yang menimpa saya dan keluarga," tuturnya.
Baca juga: Akui Beri Informasi Tak Benar soal Kematian Brigadir J, Ferdy Sambo: Saya Minta Maaf...
Sambo mengaku dirinya akan patuh pada proses hukum yang saat ini yang sedang berjalan.
"Dan nantinya di pengadilan akan saya pertanggungjawabkan," ucap Arman.
Dalam pesannya, kata Arman, Sambo juga mengatakan bahwa perintah membunuh Brigadir J semata-mata untuk menjaga marwah keluarganya.
Namun demikian, eks Kadiv Propam Polri itu tak menjelaskan rinci ihwal marwah keluarga yang dimaksud.
"Saya adalah kepala keluarga, dan murni niat saya untuk menjaga dan melindungi marwah dan kehormatan keluarga yang sangat saya cintai," kata Sambo melalui pengacaranya.
Sambo pun meminta maaf kepada institusi Polri, khususnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan rekan sejawatnya yang terlibat dalam pusaran kasus ini.
Dia menyatakan bakal mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya di persidangan.
"Sekali lagi, saya memohon maaf akibat timbulnya beragam penafsiran serta penyampaian informasi yang tidak jujur dan mencederai kepercayaan publik kepada institusi Polri," ucap pengacara Sambo.
"Izinkan saya bertanggung jawab atas segala perbuatan yang telah saya perbuat sesuai hukum yang berlaku," lanjutnya.
Baca juga: Polisi Ungkap Alasan Komnas HAM Periksa Ferdy Sambo dan Bharada E di Mako Brimob
Sambo kini telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigarir J.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, tak ada insiden baku tembak di rumah Sambo sebagaimana narasi yang sebelumnya beredar.
Peristiwa yang sebenarnya, Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Yosua. Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak-menembak.
"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS (Ferdy Sambo) melakukan penembakan dengan senjata milik senjata J (Yosua) ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," terang Sigit dalam konferensi pers, Selasa (9/8/2022).
Baca juga: LPSK Mengaku Tolak Amplop dari Bapak Usai Bertemu Ferdy Sambo di Kantor Propam Polri
Sejauh ini, polisi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian Brigadir J.
Bharada E ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (3/8/2022). Dia berperan menembak Brigadir J.
Lalu, ajudan istri Sambo, Ricky Rizal atau Bripka RR, menjadi tersangka sejak Minggu (7/8/2022). Dia berperan membantu dan menyaksikan penembakan terhadap Brigadir J.
Sambo ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (9/8/2022). Oleh polisi, dia disebut berperan memerintahkan dan menyusun skenario penembakan.
Bersamaan dengan penetapan tersangka Sambo, ditetapkan pula KM sebagai tersangka yang berperan membantu dan menyaksikan penembakan terhadap Brigadir J.
Keempatnya disangkakan pasal pembunuhan berencana, yakni Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.