Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Sengkarut Dunia Islam di Ranah Kemanusiaan

Kompas.com - 05/08/2022, 12:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Segelintir saja dari mereka—para sultan itu—yang sungguh benar ingin menunjukkan jati diri keislamannya dengan tampil melawan penjajahan bangsa Barat, Tiongkok, dan jazirah Arab.

Sisanya, dengan kesadaran penuh, mengkhianati kehormatan Ibu Pertiwinya sendiri. Sebagian besar mereka yang enggan kehilangan gelar kebangsawanan darah, cenderung lebih memilih meletakkan kepalanya di bawah duli feodalisme model baru—yang jelas menggiurkan.

Corak kepemimpinan hipokrit seperti itulah yang lantas diberangus oleh para bangsawan pikiran sekelas Cokroaminoto, Raden Mas Panji Sosrokartono, Suryomentaram, Tirto Adhi Suryo, Tan Malaka, dan tentu, Sukarno. Uniknya, mereka semua adalah Muslim yang taat tapi tak tercerabut dari akar kebudayaannya.

Pada era mereka lah, rakyat berkehendak mendirikan rumah baru bernama Republik Indonesia. Kekuasaan kembali ke tangan rakyat.

Sukarno yang notabene tumbuh di bawah haribaan Pakubuwono X, dengan jenius memasukkan nilai-nilai keislaman ke dalam asas negara baru yang ia dirikan: Pancasila.

Kendati dipersembahkan untuk segenap rakyat Indonesia, sejatinya, Pancasila dialamatkan Sukarno untuk seluruh umat manusia sedunia.

Hal ini bisa kita amati dari kecenderungannya menghangatkan Perang Dingin antara Amerika vs Soviet, dengan membentuk Gerakan Non-Blok.

Satu lagi yang tak bisa kita nafikan, pidatonya di depan Sidang Umum PBB pada 1960 yang menggemparkan itu.

Dengan mengusung judul, “Membangun Dunia Kembali (To Build The World a New), Sukarno tidak segan mengutuk segala bentuk penjajahan.

Penjajahan yang dimaksud Sukarno, jika kita mau memindai isi pikiran Putra Sang Fajar ini dalam seluruh karya yang ia wariskan, tak hanya berkutat pada penindasan bangsa ke bangsa lain. Tapi bahkan satu manusia ke manusia lain.

Kita semua sama di bawah kolong langit, tanpa terkecuali. Tak boleh ada seorang pun di muka bumi ini, khususnya di Indonesia, yang bisa memeras keringat orang lain untuk kepentingannya sendiri, berbekal strata sosial yang ia beli dengan segala bentuk cara. Baik melalui harta, kekuasaan, pengetahuan, maupun agama.

Kehormatan seorang manusia, mestinya diperoleh berdasarkan keluasan ilmu, budi pekerti, kebijaksanaan, dan sumbangsihnya pada kehidupan.

Kaidah inilah yang sebenarnya diperjuangkan Siti Jenar ketika mengenalkan Manunggal ing kawula lan Gusti (Bagus ning Ati).

Tak ada raja, tak ada rakyat, yang ada hanya manusia. Ingsun. Jiwa-raganya bersatu penuh, utuh, menyeluruh, dengan Ruh Ilahi (Ruhi) yang ditiupkan ke dalam dirinya sejak di dalam Rahim Ibu.

Ajaran egaliter yang terkait langsung sampai ke Abu Bakar Siddiq ini, dilarang keras oleh Trenggana, Sultan Demak.

Latarnya jelas politis. Keikut-sertaan Wali Sanga dalam proses pelarangan ajaran Siti Jenar, dilatari “kepantasan moral” memihak kepentingan Trenggana dalam kapasitas keluarga besar.

Sekadar menyegarkan ingatan, Trenggana adalah cucu Sunan Ampel. Sementara Sunan Bonang adalah uwaknya. Sunan Drajat merupakan pamannya. Sunan Giri II jadi sepupunya. Sunan Kalijaga mertuanya. Sunan Gunung Jati besannya. Sunan Ngudung sepupu jauhnya.

Wajar bila salah satu pertanyaan Siti Jenar kepada salah seorang sunan di bumi Jawa pada abad keenambelas kala itu, tak mendapatkan jawaban sebagaimana mestinya:
“Dengan apa kisanak bersujud saat bersembahyang?”

Kini, suasana formalisme beragama semacam itu seperti terulang lagi. Kasus pelecehan santriwati oleh pengampu pondok pesantren, pelencengan dana bantuan sosial, pemaksaan jilbab dan seragam di sekolah, menunjukkan betapa begitu banyak orang yang menggunakan agama sebagai sarana pemuas birahi, egosentrisme kekuasaan atas liyan, dan terutama keserakahan.

Sedangkan di sisi sebaliknya, teramat banyak orang yang mudah tertipu dengan penampilan luar seseorang yang tampak soleh, padahal durjana.

Dari rentetan kasus itu kita bisa sama-sama bertanya: apa yang salah dengan keberagamaan kita? Sadar atau tidak, harus diakui dengan rendah hati, ada yang janggal dengan cara kita mengenali Islam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com