Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Penyelewengan Donasi ACT Mengalir ke Koperasi 212 hingga Kantong Pribadi Petinggi

Kompas.com - 26/07/2022, 16:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan penyelewengan dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus bergulir.

Terbaru, Senin (25/7/2022), polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yang seluruhnya merupakan pengurus Yayasan ACT.

Mereka yakni pendiri sekaligus mantan presiden ACT Ahyudin, lalu presiden ACT yang kini menjabat Ibnu Khajar.

Dua lainnya yaitu Hariyana Hermain selaku pengawas Yayasan ACT tahun 2019 dan kini sebagai anggota pembina ACT, serta Novariadi Imam Akbari sebagai mantan Sekretaris yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembinan ACT.

Pihak kepolisian menduga, keempat tersangka menyelewengkan dana donasi untuk berbagai keperluan, mulai dari pengadaan transportasi, pembangunan pesantren, hingga menggaji karyawan.

Baca juga: Bareskrim Tetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar Tersangka Penyelewengan Dana ACT

Selewengkan dana Boeing

Salah satu dugaan penyelewengan yang dilakukan para petinggi ACT ialah terkait dana sosial untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tahun 2018.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Kombes Helfi Assegaf mengatakan, dana yang disalahgunakan nilainya mencapai Rp 34 miliar.

"Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," kata Helfi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Baca juga: Peran 4 Tersangka Kasus ACT: Gunakan Uang Donasi untuk Kepentingan Pribadi

Menurut polisi, dana tersebut diselewengkan untuk berbagai macam hal. Mulai dari pengadaan truk, pembangunan pesantren, bahkan operasional koperasi. Rinciannya yakni:

  • Pengadaan armada rice truck Rp 2 miliar;
  • Program big food bus Rp 2,8 miliar;
  • Pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar;
  • Koperasi Syariah 212 Rp 10 miliar;
  • Dana talangan CV CUN Rp 3 miliar;
  • Dana talangan PT MBGS Rp 7,8 miliar.

"Sehingga total semuanya Rp 34.573.069.200," ujar Helfi.

Untuk menggaji karyawan

Tak hanya itu, polisi menduga, dana sosial dari Boeing juga disalahgunakan untuk menggaji para pengurus ACT.

"Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami, yaitu akan dilakukan audit. Selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk selanjutnya melakukan tracing aset atas dana tersebut," tutur Helfi.

Baca juga: Perjalanan Kasus Dugaan Penyelewengan Dana ACT: Pencabutan Izin hingga Penetapan Tersangka

Helfi mengatakan, dana ini tidak seharusnya digunakan untuk menggaji pengurus yayasan.

Sebabnya, Boeing Community Investment Fund (BCIF) atau Dana Investasi Komunitas Boeing diperuntukkan bagi program, proyek, maupun komunitas sosial.

"Dan tidak diperuntukkan kepentingan individu atau diperuntukkan individu. Itu tidak dibenarkan," tegasnya.

Menurut Helfi, pihak Boeing sedianya juga sudah menerapkan protokol ini ketika ACT menerima dana yang diperuntukkan bagi para ahli waris korban pesawat Lion Air JT-610.

"Boeing menguasakan kepada BCIF, ada administrator di sana. Mereka sekaligus sebagai pengawas untuk penggunaan dana tersebut sesuai dengan protokol yang disepakati oleh pihak Boeing dengan pihak ACT," terang dia.

Helfi menambahkan, dana yang disalahgunakan untuk menggaji petinggi ACT nilainya fantastis, bahkan mencapai Rp 450 juta.

“Gaji sekitar 50-450 juta per bulannya,” ungkapnya.

Menurut Helfi, setiap bulannya Ahyudin menerima sekitar Rp 450 juta, Ibnu Khajar sekitar Rp 150 juta, lalu Hariayana dan Novariadi sekitar Rp 50-100 juta.

Baca juga: Bareskrim Duga ACT Selewengkan Rp 34 Miliar Dana CSR Kecelakaan Lion Air, Rp 10 Miliar di Antaranya untuk Koperasi Syariah 212

Peran para tersangka

Sementara, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menerangkan, Ahyudin bersama ketiga tersangka lainnya memperoleh gaji serta fasilitas lain bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas, dan pengurus dari Yayasan ACT.

Ahyudin dan Ibnu disebut duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT.

Tahun 2015, Ahyudin dan Ibnu Khajar pernah membuat surat keputusan bersama (SKB) pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen.

“Bahwa hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan tak harusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan, akan tetapi dalam hal ini A (Ahyudin) menggunakannya untuk kepentingan pribadi,” ujar Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (25/7/2022).

Baca juga: 4 Tersangka Kasus ACT Terancam Hukuman Maksimal 20 Tahun Penjara

Selain itu, Ahuyudin disebut menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul, termasuk dari dana Boeing, tidak sesuai dengan peruntukannya.

Kemudian, tersangka Ibnu Khajar, disebut membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyeksi CSR atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait dana kemanusiaan kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.

Pada saat Ahyudin menjabat sebagai ketua pembina ACT, tersangka Hariyana bersama Novariadi yang menentukan pemotongan dana donasi sebesar 20-30 persen untuk membayar gaji karyawan.

“Sedangkan ketentuan pengurus pembina dan pengawas tidak boleh menerima gaji tidak boleh menerima upah maupun honorarium,” kata Ramadhan.

Ancaman hukuman

Kendati telah ditetapkan sebagai tersangka, keempat pengurus ACT belum ditahan. Polisi akan menentukan status penahanan setelah keempat tersangka diperiksa pada Jumat (29/7/2022).

Dalam kasus ini, Ahyudin, Ibnu, dan 2 tersangka lainnya dikenakan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca juga: Kasus ACT, Bareskrim: Penahanan Tersangka Diputuskan Setelah Pemeriksaan

Keempatnya dijerat Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Subsider, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Selanjutnya, dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan TPPU jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.

Menurut Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf, keempat tersangka terancaman penjara untuk TPPU 20 tahun dan penggelapan 4 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com